Home » , , , , » Orientasi Pskilogi Olahraga

Orientasi Pskilogi Olahraga

A. Konsep Dasar dan Ruang Lingkup Psikologi Olaharaga 
Berdirinya laboratorium Psikologi pertama dibawah kepeloporan Wundt di Leipzig, Jerman pada tahun 1879, telah merangsang munculnya berbagai spektrum psikologi terapan, termasuk Psikologi Olahraga. Nama Coleman Robert Grifith tidak mungkin diabaikan dari hasanah wacana Psikologi Olahraga Dia dianggap sebagai “Father Of Sport Psychology” yang telah mendirikan Laboratorium Psikologi Olahraga yang pertama di Universitas IIlinois ada Tahun 1925. Sebagai seorang ilmuan yang gelar Doktornya (Ph.D.) diraih di Universitas IIlinois, ia telah banyak meluncurkan artikel dan buku Psikologi Olahraga. Beberapa tema sentral yang menjadi sasaran pengamatan studinya meliputi keterampilan psikomotor, belajar gerak dan hubungan antara berbagai variabel kepribadian dengan peforma gerak (R. H. Cox, 1985). Jika dilacak dari struktur Ilmu Keolahragaan, Psikologi Olahraga merupakan satu bidang kajian yang berbasis sosial dan perilaku (Ilmu Pengetahuan Sosial) sejajar dengan bidang kajian lain seperti Sosiologi Olahraga dan Pedagogik Olahraga.
Dari penelusuran terhadap pandangan beberapa ahli Psikologi Olahraga (R. H. Cox. 1985;Singer, 1980;Sudibyo, 1989) dapat dirangkum sebuah interdefinisi integratif bahwa Psikologi Olaharaga adalah sebuah bidang kajian yang menerapkan prinsip-prinsip Psikologi dalam setting olahraga guna mendongkrak kualitas kepribadian atlet dan performa olahraga, baik performa individual maupun, ditandai oleh sejumlah interaksi dengan individu lain dan situasi-situasi eksternal yang menstimulasinya. Menurut batasan ini, Psikologi Olahraga tidak hanya Concern pada performa semata, melainkan juga pada faktor-faktor pribadi dan sosial. Hal ini sesuai dengan hakekat manusia sebagai mahluk yang hidup dalam kesatuan dua (monodualis) antara jiwa dan raga (psychosomatic unity) serta sosial dan individual.
Memahami gejala-gejala dalam olahraga yang bersifat universal, maka psikologi olahraga tidak hanya ditujukan pada tingkah laku atlet top namun juga menyentuh semua aspek tingkah laku dan pengalaman manusia berolahraga tanpa memandang perbedaan usia, status sosial ekonomi, jenis kelamin dan lain-lain. Selain itu psikologi olahraga mengait dan terkait dengan bidang kajian seperti Psikologi Perkembangan, Psikologi Belajar, Psikologi Kepribadian, Psikologi Sosial, dan Psikologi Psikometri (Singgih Gunarsa, 1989).
Psikologi Perkembangan. Tema sentra dalam psikologi perkembangan dalam setting olahraga, antara lain pembahasan mengenai bakat yang berhubungan dengan struktur morfologis-anatomis atlet, karakterologis atlet dan interaksi antara bakat/pembawaan dengan lingkungan (nature vs. nurture).
Psikologi Belajar. Fokus telaah Psikologi Belajar setalian dengan aktivitas olahraga ditujukan pada optimalisasi proses belajar mengajar atau pelatihan guna mengoptimalisasi potensi atlet atau peserta didik. Merancang teknik dan strategi pembelajaran atau pelatihan sedemikian rupa, melaksanakannya dalam suasana belajar atau latihan yang menyenangkan dan memuaskan, serta memberikan umpan balik yang sering, segera dan positif merupakan tuntutan utama agar menghindari larutnya peserta didik/atlet dalam susana emosi yang menjemukan dan membosankan.
Psikologi Kepribadian. Beberapa studi komprehensif yang dilakukan sejak tahun 1960, berusaha mengungkapkan hubungan antara kepribadian dengan performa olahraga. Sebagian besar hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepribadian dengan beberapa aspek performa olahraga. Hubungan bersifat korelasional dan tidak menunjukkan hubungan kausalitas (R. H. Cox. 1985). Untuk itu, kajian utama psikologi kepribadian berkaitan dengan performa olahraga adalah usaha mengoptimalisasikan hubungan interdependensi kepribadian dengan aktivitas olahraga. Bagaimana kepribadian mempengaruhi performa dan prestasi dalam olahraga. Sebaliknya bagaimana olahraga mempengaruhi perkembangan dan kualitas kepribadian yang positif. Psikologi Sosial. Bingkai wacana yang membungkus studi psikologi sosial dalam aktivitas olahraga memuat seputar hubungan interaktif (misalnya hubungan antara sesama atlet. Posisi atlet dalam tim, hubungan antara tim yang satu dengan tim yang lain). Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian serius antara lain pembinaan kelompok, interaksi sosial, kerjasama, kompetisi, kepemimpinan dan lain-lain. Aspek-aspek ini kerapkali mempengaruhi kepribadian dan performa peserta didik/atlet.
Psikometri. Bidang telaah lain yang tidak kalah pentingnya adalah psikometri, yaitu usaha para ahli psikologi (psikolog) untuk menciptakan instrumen-instrumen yang useable untuk digunakan dalam penilaian terhadap suatu gejala psikhis secara lebih cermat dan objektif. Data yang diperoleh digunakan untuk kepentingan seleksi, klasifikasi, pembinaan yang disesuaikan dengan keadaannya. Lebih lanjut melalui psikometri, pada guru, pelatih, dan pembina olahraga dapat menyusun kriteria dan syarat yang harus dimiliki atlet agar bisa menjadi juara sesuai dengan strata kejuaraaan yang ditargetkan.

B. Pengertian dan Batasan Psikologi Olaharaga
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat, ditandai oleh berkembangnya beberapa cabang ilmu pengetahuan. Pskologi olahraga merupakan salah satu hasil perkembangan dari psikologi umum. Khonstman (1951) menjelaskan bahwa medan kajian psikologi adalah mempelajari tingkah laku manusia dalam keadaan tertentu, misalnya manusia dalam keadaan panik dipelajari oleh ilmu psikologi massa, atau manusia dalam proses produksi misalnya dipelajari dalam psikologi industri. Sejalan dengan perkembangan keolahragaan, maka untuk mempelajari tingkah laku atau pengalaman manusia yang berolahraga dikembangkan dan diterapkan psikologi olahraga.
Batasan dan pengertian psikologi olahraga, salah satunya dikemukakan oleh John D. Lawther, seorang Guru Besar Pendidikan Jasmani dari Pensylvania State University yaitu “Sport Psychology is the study of human behavior on sport situation. It ficouses on both learning and performance, and considers both participants and spectator”. Maksudnya, psikologi olahraga adalah studi tentang tingkah laku manusia dalam situasi olahraga. Fokus kajiannya adalah pada belajar dan performa, dan memperhitungkan baik pelaku maupun penonton. Rohrerdan Sherif (1950) dalam penelitiannya di Connecticut Utara pada Tahun 1949 membuktikan bahwa individu memberikan reaksi yang berbeda antara situasi ia sebagai anggota kelompok dengan situasi ia sebagai individu.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa pendapat, persepsi dan motif dalam situasi selalu berhubungan dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar tersebut dapat berupa situasi sosial yang merangsangnya. Dalam kegiatan olahraga, interaksi yang terjadi diantara atlet, antara atlet dengan pelatihnya, dan antara atlet dengan anggota tim lainnya menimbulkan dampak psikologis tertentu. Semua hal tersebut tidak boleh diabaikan dalam memepalajari gejala psikologis dalam olahraga. Bertitik tolak dari pandangan tersebut Sudibyo mengemukakan pengertian psikologi olahraga yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku dan pengalaman manusia berolahraga dalam interaksinya dengan manusia lainnya dan dalam situasi yang merangsangnya.

C. Objek Studi Psikologi Olahraga
Psikologi olahraga merupakan objek studi yang teralatif baru dalam perkembangan psikologi, sejalan dengan perkembangan psikologi terapan dalam berbagai bidang kehidupan. Robert Singer dari Florida State University menegaskan bahwa psikologi olahraga adalah psikologi terapan atau psikologi yang diterapkan terhadap olahragawan atau atlet dan situasi-situasi olahraga.
Objek studi psikologi pada umumnya adalah gejala kejiwaan yang dikaji dari tingkah laku dan pengalaman individu. Psikologi olahraga tumbuh dan berkembang menjadi cabang dari psikologi umum karena adanya gejala-gejala khusus yang perlu mendapat perhatian dan dapat dijadikan sebagai objek studi psikologi.
Chorus (1953) membedakan pengertian objek material dan objek formal. Objek material ilmu sosial adalah gejala sosial, misalnya gejala yuridis dipelajari ilmu hukum, gejala produksi, distrubusi dan konsumsi dipelajari ilmu ekonomi. Disamping itu ilmu yang satu dengan lainnya dapat dibedakan karena adanya perbedaan objek formalnya atau sudut pandangnya. Psikologi umum menyelidiki manusia sebagai individu, sedangkan psikologi sosial menyelidiki sebagai anggota kelompok dan anggota masyarakat.
Perkembangan psikologi olahraga ditandai oleh upaya yang cukup banyak dalam mengkaji gejala dalam situasi olahraga yang perlu dikaji oleh para ahli psikologi olahraga, diantaranya aalah motivasi berolahraga, belajar gerak (motor learning), kematangan emosi, kebosanan, stress, kecemasan, frustasi, atribusi, arousal, agresivitas, mental training, penampilan puncak, dan sebagainya.
Sebagaimana telah dikemukakan, perkembangan psikologi olahraga cukup luas cakupannya, kuat lemahnya motivasi berolahraga misalnya, akan menentukan kegairahan seseorang untuk berolahraga, keadaan itu juga akan menentukan banyak atau sedikitnya anak-anak, ibu-ibu, dan orang tua melakukan olahraga, bahkan akan menentukan kegairahan dan semangat para atlet dalam pertandingan.
John D. Lawyer, seorang Guru Besar Pendidikan Jasmani dari Pensylvania State University (1972) telah meneliti para atlet olympiade, dan ternyata data yang terkumpul menunjukkan bahwa perbedaan umur antara atlet termuda yang berusia 12 tahun dengan atlet tertua lebih dari 40 tahun berbeda dalam kematangan emosi.
Mengenai motivasi berolahraga Lawyer juga mengajukan ilustrasi mengenai kehebatan atlet terkenal yaitu Al Qeter dari Amerika yang dapat mempertahankan prestasinya dengan sangat mengesankan sebagai juara lempar cakram olympic Games selama 16 tahun prestasi gemilang tersebut dimulai sejak ia berhasil menjadi juara lempar cakram olympic Game di Melburne 1956. Kemudian diulang lagi pada Olympic Games di Roma tahun 1960. Ternyata prestasinya dapat dipertahankan selam dua kali lagi yaitu pada Olympic Games tokyo 1964 dan olympic Games di Meksiko 1968. Untuk tetap berlatih keras selama empat periode Olympic Games tersebut sudah tentu harus dilandasi motivasi yang kuat.
Prestasi spektakuler juga pernah dicapai atlet bulutangkis Indonesia yaitu “Rudi Hartono” yang secara spektakuler dapat menjuarai tunggal putra pada Kejuaraan Bulutangkis All England selama delapan kali dan sebanyak 7 kali diraih secara beruntun. Atlet Jepang Shigenobu murofushi berhasil merebut medali emas lontar martil sebanyak lima kali berturut-turut pada Asian Games, sejak tahun 1966 di Bangkok sampai tahun 1986 di Seoul, Korea Selatan. Kegiatan olahraga pada orangtua yang sudah lanjut usia juga menarik untuk dikaji. Misalnya kejuaraan veteran atletik yang diikuti veteran berusia 35-39 tahun, sampai dengan 75-79 tahun.
Motivasi merupakan salah satu topik yang paling banyak dijadikan sebagai objek studi psikologi olahraga. Disamping itu, masih banyak gejala-gejala sosial lain yang perlu diteliti. Psikologi olahraga bukan saja merupakan ilmu untuk menerangkan, meramalkan, dan mengontrol tingkah laku para atlet top dalam pertandingan saja, tetapi juga dapat digunakan untuk mempelajari gejala tingkah laku dan pengalaman individu yang melakukan aktivitas olahraga baik pada anak-anak, orang dewasa, ibu-ibu maupun orangtua.
D. Pendekatan Psikologi Olahraga
Tingkah laku manusia yang melakukan kegiatan olahraga sering menunjukkan gejala khusus yang berbeda dengan tingkah laku manusia yang tidak berolahraga. Tingkah laku manusia dalam interaksi dengan manusia lain juga sering menunjukkan gejala tertentu yang berbeda dengan keadaan dalam situasi sebagai individu. Dengan memahami sepenuhnya bahwa berbagai pandangan dapat digunakan untuk mempelajari tingkah laku manusia yang melakukan kegiatan olahraga, Whiting (1972) seorang sarjana Pendidikan Jasmani universitas Leeds menegaskan; “…..a sport psichologyst might approach his study of behaviour in a sport situation in many different ways dependent upon his training, interest, facilities, and indinations. There are dearly pure and applied problems and it is question which would involve considereable debate as to wich is the most frofitable most urgent line of development”.
Maksudnya adalah bahwa seorang psikolog olahraga bisa melaksanakan studinya tentang perilaku dalam situasi olahraga dalam beberapa cara yang berbeda, tergantung pada latar belakang latihannya, minatnya, fasilitas, dan kecenderungannya, terdapat masalah yang bersifat terapan dan masalah yang berorientasi pada teori dan kesemuanya itu menjadi masalah yang akan melibatkan perdebatan yakni manakah yang paling bermanfaat atau yang paling penting dakan perkembangannya.

1. Pendekatan Individu
Manusia dalam berolahraga sering menunjukkan tingkah laku khusus yang berbeda dengan yang lainnya dengan yang tidak berolahraga. Dampak olahraga terhadap individu yang satu dengan lainnya berbeda. Hal ini tergantung dan disebabkan karena sifat-sifat individual yang berbeda. Bakat, minat, dan motif-motif yang berbeda menyebabkan individu yang satu memilih salah satu cabang olahraga berbeda dengan untuk dapat mencapai prestasi yang tinggi dalam suatu cabang olahraga tertentu dibutuhkan sifat-sifat kejiwaan tertentu, misalnya untuk dapat berprestasi tinggi dalam olahraga bulutangkis dibutuhkan keuletan, daya tahan, kecepatan, semangat bersaing yang tinggi, di samping intelegensi yang memadai, tidak mudah putus asa, cerdik dan sebagainya. Untuk menjadi juara panahan misalnya harus memiliki ketenangan, kesabaran dan sebagainya. Oleh karena itu untuk memilih pemain berbakat dalam salah satu cabang olahraga diperlukan penelitian terhadap sifat-sifat dan bakat calon atlet tersebut secara cermat.
Tingkah laku agresif dari seorang pemain sering menimbulkan kericuhan dalam olahraga, dan oleh karena itu pelatih perlu mengenal sebaik-baiknya sifat-sifat kejiwaan dari atlet yang diasuhnya. John D.Lawyer dalam membedakan kepribadian atlet dengan yang bukan atlet menyatakan, "It is true that the majority of those people dassified as athletes are well above average in (1) physical development, (2) drive and energy, and, (3) devotion to their purpose." Dari contoh-contoh tersebut, jelas bahwa untuk dapat memahami tingkah laku manusia/atlet, untuk memilih atlet berbakat, dan untuk dapat membina atlet yang diasuhnya dengan sebaik-baiknya diperlukan pendekatan individual. Alderman (1974) berpendapat, yakni ada empat faktor yang merupakan dasar penampilan atlet yaitu kesegaran jasmani, keterampilan, modal fisik dan tingkah laku psikologis.

2. Pendekatan Sosiologik
Dalam melakukan kegiatan olahraga, setiap atlet selalu berinteraksi dengan orang lain, yaitu interaksi dengan sesama tim, interaksi dengan pelatih, interaksi dengan lawan, serta interaksi dengan penonton dan lingkungan sekitarnya. Interaksi yang terjadi akan menimbulkan konflik¬-konflik tertentu yang menjadi masalah psikologis. Sebagai akibat dari interaksi tersebut adalah timbulnya gejala psikologis tertentu seperti rasa senang, rasa bangga, atau sebaliknya timbul rasa kecewa, frustasi, dan putus asa, dan sebagainya. Dalam olahraga, gejala psikologis tersebut sering kali terjadi karena adanya kesempatan untuk mengukur dan membandingkan prestasi dirinya dengan prestasi orang lain.
Interaksi yang terjadi antara atlet dengan pelatihnya merupakan salah satu permasalahan tersendiri. Segala bentuk perlakuan yang dilakukan pelatihnya dapat menimbulkan dampak-dampak psikologis tertentu misalnya; rasa bosan, rasa segan, rasa bangga, bersemangat, tidak gentar menghadapi lawan, berani berkorban dan sebagainya. Mengenai interaksi dan pengaruh lingkungan dikemukakan oleh Sherif (1965) sebagai berikut.
a. Individu lainnya sebagai stimulus atau perangsangnya.
b. Kelompok sebagai perangsang ini meliputi:
1) hubungan interaksi diantara anggota kelompok,
2) hubungan yang terjadi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok lain.
c. Hasil-hasil kebudayaan.

3. Pendekatan interaktif
Permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam aktivitas olahraga meliputi interaksi dalam "Internal system" maupun "external system", dan tidak terlepas pula dari situasi sosial dari lingkungan sekitarnya. Hal ini tentu saja sangat memerlukan pendekatan interaktif untuk lebih memahaminya. Sifat, sikap, dan persepsi individu dalam kelompok akan sangat berpengaruh terhadap sikap kelompok. Dilain pihak situasi yang berkembang dan terjadi di dalam kelompok akan berpengaruh pula terhadap perkembangan individu sebagai anggota kelompok. Dengan demikian terdapat hubungan yang saling berkaitan antara individu dengan kelompok. Dalam membahas sistern hubungan interaktif, George C. Homana (1968) memberikan pengertian “Interal system" dan "external system" sebagai berikut; " ....person who feel sentiments of liking for one another will express those sentiments in activities over and above the activities of the external system. person who interact with one another frequently are more like one another in their activities than they are like other persons with whom they interact less frequently”. Dengan pendekatan interaktif diharapkan studi psikologi olahraga akan memperhatikan proses dan produk dari interaksi interpersonal, interaksi individu dengan kelompoknya, dan interaksi antar kelompok dan dengan lingkungan sekitarnya.

4. Pendekatan Multy dimensional dan Pendekatan Sistem
Aktivitas olahraga seringkali berhubungan dengan aspek sosial budaya, aspek ekonomi, aspek politik, dan lain-lain. Oleh karena itu perlu diterapkan pendekatan multi dimensional dari berbagai segi sepertti; psikologi, sosiologi, pendidikan, ekonomi, antropologi, politik, disamping ilmu kepelatihan, fisiologi, biologi, dan ilmu kedokteran. Cratty (1973) mengupas dimensi sosial dalam olahraga, bahwa iklim politik juga dapat memberi pengaruh yang mendalam terhadap arah dan kualitas keterlibatan atlet dalam olahraga. Lebih lanjut Cratty mengemukakan bahwa banyak aspek situasi dan kondisi sosial yang berpengaruh, tidak hanya pada jenis olahraga yang disenangi dan dianggap terhormat, tetapi juga besarnya usaha untuk melakukan jenis olahraga. Dalam hubungannya dengan usaha pembinaan olahraga perlu diperhatikan bahwa berhasil tidaknya usaha pembinaan, tidak hanya tergantung pada atlet dan pelatih, tetapi juga banyak dipengaruhi oleh sarana dan fasilitas, program latihan, organisasi, dan lingkungan sekitarnya.
Pendekatan sistem yang memperhatikan dan memanfaatkan seluruh komponen pembinaan sebagai satu kesatuan untuk mencapai sasaran, yaitu prestasi atlet yang maksimal, merupakan alternatif pende¬katan yang perlu diperhatikan dalam pembinaan olahraga.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Husni Tamrin Blog...... - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Powered by Blogger