Sifat-sifat Malaikat Maut

Disebutkan dalam hadits. Tatkala Allah SWT menciptakan malaikat maut, maka beberapa mahluk ditutupi dengan satu juta hijab (tabir) sedangkan besarnya hijab itu melebihi besarnya beberapa langit dan beberapa bumi, yang seandainya jika seluruh air lautan dan danau diatas kepalanya, maka tidak setetespun air jatuh ke bumi. Sesungguhnya timur bumi dan barat bumi itu berada diantara dua tangannya (dihadapannya) seperti meja dihadapannya yang telah diletakkan diatas meja itu segala sesuatu yang diletakkan dihadapan seseorang agar memakannya, lalu orang itu memakan dari apa yang ada diatas meja itu.

Ketika Allah SWT menciptakan malaikat maut, maka Allah memerintahkan pada malaikat maut untuk memegang hati (mencabut nyawa) kemudian malaikat maut berkata Ya Tuhanku, apa mati itu?, maka Allah memerintahkan hijab supaya membuka diri sehingga malaikat dapat melihat mati. Kemudian Allah SWT berfirman kepada malaikat “Mendekatlah kamu semua dan lihatlah malaikat maut ini”. Maka seluruh malaikat itu semua mendekat. Dan Allah berfirman kepada malaikat maut, “Terbanglah diatas mereka dan bentangkan seluruh sayapmu, dan bukalah matamu seluruhnya”. Ketika malaikat maut terbang, dan para malaikat sama melihatnya, maka mereka sama tersungkur dan pingsan yang lamanya 1.000 tahun.


Ketika para malaikat itu telah sembuh dari pingsannya mereka sama berkata “Ya Tuhan kami, mengapa engkau menciptakan yang lebih besar dari mahluk ini?. Maka Allah menjawab “Aku yang menciptakannya, dan aku lebih besar darinya dan seluruh mahluk akan merasakan darinya”. Kemudian Allah berfirman “Ya Izrail, cabutlah nyawa! Telah Aku serahkan kepadamu untuk mencabut nyawa”. Maka malaikat Izrail berkata “Ya Tuhanku, dengan kekuatan apa aku mencabut nyawa, karena sesungguhnya nyawa itu lebih besar daripada Aku?”. Kemudian Allah memberikan kekuatan pada malaikat Izrail lalu ia mencabut nyawa (mati), maka berdiamlah mati ditangannya, maka maut berkata “Ya Tuhanku, izinkanlah kepadaku sehingga aku memanggil seluruh langit sekali. Kemudian Allah mengizinkan kepadanya. Maut berkata memanggil dengan suara yang keras, “aku adalah maut, yang memisahkan tiap-tiap kekasih, aku adalah maut, yang memisahkan suami istri, aku adalah maut, yang memisahkan antara saudara laki-laki dan perempuan, aku adalah maut, yang meramaikan kubur, aku adalah maut, yang mengejarmu dan menemukanmu meskipun kamu berada di gedung besi yang terkunci rapat, dan tidak ada seseorang mahluk pun terkecuali akan merasakan aku”.


Sesungguhnya orang-orang kafir dan munafiq adalah termasuk orang-orang yang celaka, tatkala maut mendatangi mereka, maka turunlah disisi kirinya orang kafir itu malaikat adzab yang hitam warnanya, yang melotot matanya, serta malaikat itu memakai pakaian siksa dan adzab. Kemudian malaikat adzab menjauh dari orang kafir itu, sehingga malaikat maut dating. Dan ketika malaikat maut berdiri dihadapannya dengan bentuk yang menakutkan. Kemudian jiwa orang itu berkata “Siapa engkau, dan apa yang engkau kehendaki”, maka malaikat maut menjawab “Aku adalah malaikat maut yang akan mengeluarkanmu dari dunia, dan menjadikan anakmu yatim dan istrimu janda, hartamu menjadi harta warisan diantara ahli warismu, mereka tidak kamu senangi dikala kamu masih hidup, sesungguhnya kamu tidak mendahulukan kebaikan untuk dirimu, dan kamu tidak mendahulukan kabaikan akhiratmu, maka pada hari ini aku dating kepadamu untuk mencabut nyawamu”, ketika orang itu mendengar perkataan malaikat maut, maka ia berpaling kearah dinding, maka tampaklah olehnya bahwa malaikat maut telah berdiri dihadapannya, lalu ia memalingkan wajahnya kearah lain maka tampaklah olehnya malaikat maut berdiri dihadapannya, kemudian malaikat maut berkata, “Apakah kamu tidak mengetahui aku? Aku adalah malaikat maut yang mencabut nyawa kedua orang tuamu dan engkau melihat keduanya dan keberadaanmu tidak dapat memberi manfaat kepada kedua orang tuamu, pada hari ini aku akan mencabut nyawamu sehingga dapat dilihat oleh anak-anakmu, kerabatmu, temanmu supaya mereka memberi nasehat kepadamu.


Kemudian malaikat maut itu berkata kepada orang tersebut, “Bagaimana engkau melihat dunia?”, maka orang itu menjawab “Aku melihat dunia sebagai tipu daya yang mengingkari janji. Kemudian Allah SWT menciptakan dunia dengan bentuk suatu mahluk, maka dunia itu berkata, “Wahai orang-orang yang bermaksiat, apakah kamu tidak malu bahwa kamu berbuat dosa di dunia, dan kamu tidak menjaga dirimu dari durhaka, sesungguhnya kamu mencariku tetapi aku tidak mencarimu, dan kamu tidak memisahkan antara yang halal dan haram, kamu menyangka bahwa dirimu tidak akan terpisah dari dunia, maka sesungguhnya aku (dunia) akan bebas dari kamu dan dai amal perbuatanmu.

Akibat Mengabaikan Shalat

Pada zaman dahulu terdapat suatu kisah yang menceritakan ada seorang kakek yang shalih telah menguburkan adik perempuannya di suatu kuburan. sewaktu menguruknya tanpa disadarinya tiba-tiba dompetnya terjatuh le dalam liang kuburan tersebut. Hingga pulang dan sampai di rumah barulah ia ingat dompetnya terjatuh dan tertinggal dalam liang kuburan adiknya itu.

Maka ia segera kembali ke kuburan adiknya untuk mengambil dompetnya itu dan ia menggalinya, setelah digali, maka ia dikejutkan dengan nyala api yang menyala-nyala dari kuburan adiknya tersebut. Maka segeralah ditutupnya kembali kuburan adiknya itu. Selanjutnya ia segera kembali pulang ke rumahnya sambil menangis tersedu-sedu, ketika sampai dirumah ia langsung menemui ibunya dan bertanya “Wahai ibu beritahukanlah kepadaku tentang amal perbuatan adikku pada waktu masa hidupnya?”. “Mengapa kamu menanyakan tentang hal itu, wahai anakku?” Tanya ibunya. Kemudian ia menjawab “Wahai ibu, saya telah melihat nyala api keluar dari kuburan adikku”. Mendengar apa yang dikatakan oleh anak laki-lakinya itu menangislah ibunya dengan sejadi-jadinya seraya berkata “Adikmu dulu sering meremehkan shalat dan sering mengakhirkan waktunya”

Orientasi Pskilogi Olahraga

A. Konsep Dasar dan Ruang Lingkup Psikologi Olaharaga 
Berdirinya laboratorium Psikologi pertama dibawah kepeloporan Wundt di Leipzig, Jerman pada tahun 1879, telah merangsang munculnya berbagai spektrum psikologi terapan, termasuk Psikologi Olahraga. Nama Coleman Robert Grifith tidak mungkin diabaikan dari hasanah wacana Psikologi Olahraga Dia dianggap sebagai “Father Of Sport Psychology” yang telah mendirikan Laboratorium Psikologi Olahraga yang pertama di Universitas IIlinois ada Tahun 1925. Sebagai seorang ilmuan yang gelar Doktornya (Ph.D.) diraih di Universitas IIlinois, ia telah banyak meluncurkan artikel dan buku Psikologi Olahraga. Beberapa tema sentral yang menjadi sasaran pengamatan studinya meliputi keterampilan psikomotor, belajar gerak dan hubungan antara berbagai variabel kepribadian dengan peforma gerak (R. H. Cox, 1985). Jika dilacak dari struktur Ilmu Keolahragaan, Psikologi Olahraga merupakan satu bidang kajian yang berbasis sosial dan perilaku (Ilmu Pengetahuan Sosial) sejajar dengan bidang kajian lain seperti Sosiologi Olahraga dan Pedagogik Olahraga.
Dari penelusuran terhadap pandangan beberapa ahli Psikologi Olahraga (R. H. Cox. 1985;Singer, 1980;Sudibyo, 1989) dapat dirangkum sebuah interdefinisi integratif bahwa Psikologi Olaharaga adalah sebuah bidang kajian yang menerapkan prinsip-prinsip Psikologi dalam setting olahraga guna mendongkrak kualitas kepribadian atlet dan performa olahraga, baik performa individual maupun, ditandai oleh sejumlah interaksi dengan individu lain dan situasi-situasi eksternal yang menstimulasinya. Menurut batasan ini, Psikologi Olahraga tidak hanya Concern pada performa semata, melainkan juga pada faktor-faktor pribadi dan sosial. Hal ini sesuai dengan hakekat manusia sebagai mahluk yang hidup dalam kesatuan dua (monodualis) antara jiwa dan raga (psychosomatic unity) serta sosial dan individual.
Memahami gejala-gejala dalam olahraga yang bersifat universal, maka psikologi olahraga tidak hanya ditujukan pada tingkah laku atlet top namun juga menyentuh semua aspek tingkah laku dan pengalaman manusia berolahraga tanpa memandang perbedaan usia, status sosial ekonomi, jenis kelamin dan lain-lain. Selain itu psikologi olahraga mengait dan terkait dengan bidang kajian seperti Psikologi Perkembangan, Psikologi Belajar, Psikologi Kepribadian, Psikologi Sosial, dan Psikologi Psikometri (Singgih Gunarsa, 1989).
Psikologi Perkembangan. Tema sentra dalam psikologi perkembangan dalam setting olahraga, antara lain pembahasan mengenai bakat yang berhubungan dengan struktur morfologis-anatomis atlet, karakterologis atlet dan interaksi antara bakat/pembawaan dengan lingkungan (nature vs. nurture).
Psikologi Belajar. Fokus telaah Psikologi Belajar setalian dengan aktivitas olahraga ditujukan pada optimalisasi proses belajar mengajar atau pelatihan guna mengoptimalisasi potensi atlet atau peserta didik. Merancang teknik dan strategi pembelajaran atau pelatihan sedemikian rupa, melaksanakannya dalam suasana belajar atau latihan yang menyenangkan dan memuaskan, serta memberikan umpan balik yang sering, segera dan positif merupakan tuntutan utama agar menghindari larutnya peserta didik/atlet dalam susana emosi yang menjemukan dan membosankan.
Psikologi Kepribadian. Beberapa studi komprehensif yang dilakukan sejak tahun 1960, berusaha mengungkapkan hubungan antara kepribadian dengan performa olahraga. Sebagian besar hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepribadian dengan beberapa aspek performa olahraga. Hubungan bersifat korelasional dan tidak menunjukkan hubungan kausalitas (R. H. Cox. 1985). Untuk itu, kajian utama psikologi kepribadian berkaitan dengan performa olahraga adalah usaha mengoptimalisasikan hubungan interdependensi kepribadian dengan aktivitas olahraga. Bagaimana kepribadian mempengaruhi performa dan prestasi dalam olahraga. Sebaliknya bagaimana olahraga mempengaruhi perkembangan dan kualitas kepribadian yang positif. Psikologi Sosial. Bingkai wacana yang membungkus studi psikologi sosial dalam aktivitas olahraga memuat seputar hubungan interaktif (misalnya hubungan antara sesama atlet. Posisi atlet dalam tim, hubungan antara tim yang satu dengan tim yang lain). Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian serius antara lain pembinaan kelompok, interaksi sosial, kerjasama, kompetisi, kepemimpinan dan lain-lain. Aspek-aspek ini kerapkali mempengaruhi kepribadian dan performa peserta didik/atlet.
Psikometri. Bidang telaah lain yang tidak kalah pentingnya adalah psikometri, yaitu usaha para ahli psikologi (psikolog) untuk menciptakan instrumen-instrumen yang useable untuk digunakan dalam penilaian terhadap suatu gejala psikhis secara lebih cermat dan objektif. Data yang diperoleh digunakan untuk kepentingan seleksi, klasifikasi, pembinaan yang disesuaikan dengan keadaannya. Lebih lanjut melalui psikometri, pada guru, pelatih, dan pembina olahraga dapat menyusun kriteria dan syarat yang harus dimiliki atlet agar bisa menjadi juara sesuai dengan strata kejuaraaan yang ditargetkan.

B. Pengertian dan Batasan Psikologi Olaharaga
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat, ditandai oleh berkembangnya beberapa cabang ilmu pengetahuan. Pskologi olahraga merupakan salah satu hasil perkembangan dari psikologi umum. Khonstman (1951) menjelaskan bahwa medan kajian psikologi adalah mempelajari tingkah laku manusia dalam keadaan tertentu, misalnya manusia dalam keadaan panik dipelajari oleh ilmu psikologi massa, atau manusia dalam proses produksi misalnya dipelajari dalam psikologi industri. Sejalan dengan perkembangan keolahragaan, maka untuk mempelajari tingkah laku atau pengalaman manusia yang berolahraga dikembangkan dan diterapkan psikologi olahraga.
Batasan dan pengertian psikologi olahraga, salah satunya dikemukakan oleh John D. Lawther, seorang Guru Besar Pendidikan Jasmani dari Pensylvania State University yaitu “Sport Psychology is the study of human behavior on sport situation. It ficouses on both learning and performance, and considers both participants and spectator”. Maksudnya, psikologi olahraga adalah studi tentang tingkah laku manusia dalam situasi olahraga. Fokus kajiannya adalah pada belajar dan performa, dan memperhitungkan baik pelaku maupun penonton. Rohrerdan Sherif (1950) dalam penelitiannya di Connecticut Utara pada Tahun 1949 membuktikan bahwa individu memberikan reaksi yang berbeda antara situasi ia sebagai anggota kelompok dengan situasi ia sebagai individu.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa pendapat, persepsi dan motif dalam situasi selalu berhubungan dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar tersebut dapat berupa situasi sosial yang merangsangnya. Dalam kegiatan olahraga, interaksi yang terjadi diantara atlet, antara atlet dengan pelatihnya, dan antara atlet dengan anggota tim lainnya menimbulkan dampak psikologis tertentu. Semua hal tersebut tidak boleh diabaikan dalam memepalajari gejala psikologis dalam olahraga. Bertitik tolak dari pandangan tersebut Sudibyo mengemukakan pengertian psikologi olahraga yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku dan pengalaman manusia berolahraga dalam interaksinya dengan manusia lainnya dan dalam situasi yang merangsangnya.

C. Objek Studi Psikologi Olahraga
Psikologi olahraga merupakan objek studi yang teralatif baru dalam perkembangan psikologi, sejalan dengan perkembangan psikologi terapan dalam berbagai bidang kehidupan. Robert Singer dari Florida State University menegaskan bahwa psikologi olahraga adalah psikologi terapan atau psikologi yang diterapkan terhadap olahragawan atau atlet dan situasi-situasi olahraga.
Objek studi psikologi pada umumnya adalah gejala kejiwaan yang dikaji dari tingkah laku dan pengalaman individu. Psikologi olahraga tumbuh dan berkembang menjadi cabang dari psikologi umum karena adanya gejala-gejala khusus yang perlu mendapat perhatian dan dapat dijadikan sebagai objek studi psikologi.
Chorus (1953) membedakan pengertian objek material dan objek formal. Objek material ilmu sosial adalah gejala sosial, misalnya gejala yuridis dipelajari ilmu hukum, gejala produksi, distrubusi dan konsumsi dipelajari ilmu ekonomi. Disamping itu ilmu yang satu dengan lainnya dapat dibedakan karena adanya perbedaan objek formalnya atau sudut pandangnya. Psikologi umum menyelidiki manusia sebagai individu, sedangkan psikologi sosial menyelidiki sebagai anggota kelompok dan anggota masyarakat.
Perkembangan psikologi olahraga ditandai oleh upaya yang cukup banyak dalam mengkaji gejala dalam situasi olahraga yang perlu dikaji oleh para ahli psikologi olahraga, diantaranya aalah motivasi berolahraga, belajar gerak (motor learning), kematangan emosi, kebosanan, stress, kecemasan, frustasi, atribusi, arousal, agresivitas, mental training, penampilan puncak, dan sebagainya.
Sebagaimana telah dikemukakan, perkembangan psikologi olahraga cukup luas cakupannya, kuat lemahnya motivasi berolahraga misalnya, akan menentukan kegairahan seseorang untuk berolahraga, keadaan itu juga akan menentukan banyak atau sedikitnya anak-anak, ibu-ibu, dan orang tua melakukan olahraga, bahkan akan menentukan kegairahan dan semangat para atlet dalam pertandingan.
John D. Lawyer, seorang Guru Besar Pendidikan Jasmani dari Pensylvania State University (1972) telah meneliti para atlet olympiade, dan ternyata data yang terkumpul menunjukkan bahwa perbedaan umur antara atlet termuda yang berusia 12 tahun dengan atlet tertua lebih dari 40 tahun berbeda dalam kematangan emosi.
Mengenai motivasi berolahraga Lawyer juga mengajukan ilustrasi mengenai kehebatan atlet terkenal yaitu Al Qeter dari Amerika yang dapat mempertahankan prestasinya dengan sangat mengesankan sebagai juara lempar cakram olympic Games selama 16 tahun prestasi gemilang tersebut dimulai sejak ia berhasil menjadi juara lempar cakram olympic Game di Melburne 1956. Kemudian diulang lagi pada Olympic Games di Roma tahun 1960. Ternyata prestasinya dapat dipertahankan selam dua kali lagi yaitu pada Olympic Games tokyo 1964 dan olympic Games di Meksiko 1968. Untuk tetap berlatih keras selama empat periode Olympic Games tersebut sudah tentu harus dilandasi motivasi yang kuat.
Prestasi spektakuler juga pernah dicapai atlet bulutangkis Indonesia yaitu “Rudi Hartono” yang secara spektakuler dapat menjuarai tunggal putra pada Kejuaraan Bulutangkis All England selama delapan kali dan sebanyak 7 kali diraih secara beruntun. Atlet Jepang Shigenobu murofushi berhasil merebut medali emas lontar martil sebanyak lima kali berturut-turut pada Asian Games, sejak tahun 1966 di Bangkok sampai tahun 1986 di Seoul, Korea Selatan. Kegiatan olahraga pada orangtua yang sudah lanjut usia juga menarik untuk dikaji. Misalnya kejuaraan veteran atletik yang diikuti veteran berusia 35-39 tahun, sampai dengan 75-79 tahun.
Motivasi merupakan salah satu topik yang paling banyak dijadikan sebagai objek studi psikologi olahraga. Disamping itu, masih banyak gejala-gejala sosial lain yang perlu diteliti. Psikologi olahraga bukan saja merupakan ilmu untuk menerangkan, meramalkan, dan mengontrol tingkah laku para atlet top dalam pertandingan saja, tetapi juga dapat digunakan untuk mempelajari gejala tingkah laku dan pengalaman individu yang melakukan aktivitas olahraga baik pada anak-anak, orang dewasa, ibu-ibu maupun orangtua.
D. Pendekatan Psikologi Olahraga
Tingkah laku manusia yang melakukan kegiatan olahraga sering menunjukkan gejala khusus yang berbeda dengan tingkah laku manusia yang tidak berolahraga. Tingkah laku manusia dalam interaksi dengan manusia lain juga sering menunjukkan gejala tertentu yang berbeda dengan keadaan dalam situasi sebagai individu. Dengan memahami sepenuhnya bahwa berbagai pandangan dapat digunakan untuk mempelajari tingkah laku manusia yang melakukan kegiatan olahraga, Whiting (1972) seorang sarjana Pendidikan Jasmani universitas Leeds menegaskan; “…..a sport psichologyst might approach his study of behaviour in a sport situation in many different ways dependent upon his training, interest, facilities, and indinations. There are dearly pure and applied problems and it is question which would involve considereable debate as to wich is the most frofitable most urgent line of development”.
Maksudnya adalah bahwa seorang psikolog olahraga bisa melaksanakan studinya tentang perilaku dalam situasi olahraga dalam beberapa cara yang berbeda, tergantung pada latar belakang latihannya, minatnya, fasilitas, dan kecenderungannya, terdapat masalah yang bersifat terapan dan masalah yang berorientasi pada teori dan kesemuanya itu menjadi masalah yang akan melibatkan perdebatan yakni manakah yang paling bermanfaat atau yang paling penting dakan perkembangannya.

1. Pendekatan Individu
Manusia dalam berolahraga sering menunjukkan tingkah laku khusus yang berbeda dengan yang lainnya dengan yang tidak berolahraga. Dampak olahraga terhadap individu yang satu dengan lainnya berbeda. Hal ini tergantung dan disebabkan karena sifat-sifat individual yang berbeda. Bakat, minat, dan motif-motif yang berbeda menyebabkan individu yang satu memilih salah satu cabang olahraga berbeda dengan untuk dapat mencapai prestasi yang tinggi dalam suatu cabang olahraga tertentu dibutuhkan sifat-sifat kejiwaan tertentu, misalnya untuk dapat berprestasi tinggi dalam olahraga bulutangkis dibutuhkan keuletan, daya tahan, kecepatan, semangat bersaing yang tinggi, di samping intelegensi yang memadai, tidak mudah putus asa, cerdik dan sebagainya. Untuk menjadi juara panahan misalnya harus memiliki ketenangan, kesabaran dan sebagainya. Oleh karena itu untuk memilih pemain berbakat dalam salah satu cabang olahraga diperlukan penelitian terhadap sifat-sifat dan bakat calon atlet tersebut secara cermat.
Tingkah laku agresif dari seorang pemain sering menimbulkan kericuhan dalam olahraga, dan oleh karena itu pelatih perlu mengenal sebaik-baiknya sifat-sifat kejiwaan dari atlet yang diasuhnya. John D.Lawyer dalam membedakan kepribadian atlet dengan yang bukan atlet menyatakan, "It is true that the majority of those people dassified as athletes are well above average in (1) physical development, (2) drive and energy, and, (3) devotion to their purpose." Dari contoh-contoh tersebut, jelas bahwa untuk dapat memahami tingkah laku manusia/atlet, untuk memilih atlet berbakat, dan untuk dapat membina atlet yang diasuhnya dengan sebaik-baiknya diperlukan pendekatan individual. Alderman (1974) berpendapat, yakni ada empat faktor yang merupakan dasar penampilan atlet yaitu kesegaran jasmani, keterampilan, modal fisik dan tingkah laku psikologis.

2. Pendekatan Sosiologik
Dalam melakukan kegiatan olahraga, setiap atlet selalu berinteraksi dengan orang lain, yaitu interaksi dengan sesama tim, interaksi dengan pelatih, interaksi dengan lawan, serta interaksi dengan penonton dan lingkungan sekitarnya. Interaksi yang terjadi akan menimbulkan konflik¬-konflik tertentu yang menjadi masalah psikologis. Sebagai akibat dari interaksi tersebut adalah timbulnya gejala psikologis tertentu seperti rasa senang, rasa bangga, atau sebaliknya timbul rasa kecewa, frustasi, dan putus asa, dan sebagainya. Dalam olahraga, gejala psikologis tersebut sering kali terjadi karena adanya kesempatan untuk mengukur dan membandingkan prestasi dirinya dengan prestasi orang lain.
Interaksi yang terjadi antara atlet dengan pelatihnya merupakan salah satu permasalahan tersendiri. Segala bentuk perlakuan yang dilakukan pelatihnya dapat menimbulkan dampak-dampak psikologis tertentu misalnya; rasa bosan, rasa segan, rasa bangga, bersemangat, tidak gentar menghadapi lawan, berani berkorban dan sebagainya. Mengenai interaksi dan pengaruh lingkungan dikemukakan oleh Sherif (1965) sebagai berikut.
a. Individu lainnya sebagai stimulus atau perangsangnya.
b. Kelompok sebagai perangsang ini meliputi:
1) hubungan interaksi diantara anggota kelompok,
2) hubungan yang terjadi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok lain.
c. Hasil-hasil kebudayaan.

3. Pendekatan interaktif
Permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam aktivitas olahraga meliputi interaksi dalam "Internal system" maupun "external system", dan tidak terlepas pula dari situasi sosial dari lingkungan sekitarnya. Hal ini tentu saja sangat memerlukan pendekatan interaktif untuk lebih memahaminya. Sifat, sikap, dan persepsi individu dalam kelompok akan sangat berpengaruh terhadap sikap kelompok. Dilain pihak situasi yang berkembang dan terjadi di dalam kelompok akan berpengaruh pula terhadap perkembangan individu sebagai anggota kelompok. Dengan demikian terdapat hubungan yang saling berkaitan antara individu dengan kelompok. Dalam membahas sistern hubungan interaktif, George C. Homana (1968) memberikan pengertian “Interal system" dan "external system" sebagai berikut; " ....person who feel sentiments of liking for one another will express those sentiments in activities over and above the activities of the external system. person who interact with one another frequently are more like one another in their activities than they are like other persons with whom they interact less frequently”. Dengan pendekatan interaktif diharapkan studi psikologi olahraga akan memperhatikan proses dan produk dari interaksi interpersonal, interaksi individu dengan kelompoknya, dan interaksi antar kelompok dan dengan lingkungan sekitarnya.

4. Pendekatan Multy dimensional dan Pendekatan Sistem
Aktivitas olahraga seringkali berhubungan dengan aspek sosial budaya, aspek ekonomi, aspek politik, dan lain-lain. Oleh karena itu perlu diterapkan pendekatan multi dimensional dari berbagai segi sepertti; psikologi, sosiologi, pendidikan, ekonomi, antropologi, politik, disamping ilmu kepelatihan, fisiologi, biologi, dan ilmu kedokteran. Cratty (1973) mengupas dimensi sosial dalam olahraga, bahwa iklim politik juga dapat memberi pengaruh yang mendalam terhadap arah dan kualitas keterlibatan atlet dalam olahraga. Lebih lanjut Cratty mengemukakan bahwa banyak aspek situasi dan kondisi sosial yang berpengaruh, tidak hanya pada jenis olahraga yang disenangi dan dianggap terhormat, tetapi juga besarnya usaha untuk melakukan jenis olahraga. Dalam hubungannya dengan usaha pembinaan olahraga perlu diperhatikan bahwa berhasil tidaknya usaha pembinaan, tidak hanya tergantung pada atlet dan pelatih, tetapi juga banyak dipengaruhi oleh sarana dan fasilitas, program latihan, organisasi, dan lingkungan sekitarnya.
Pendekatan sistem yang memperhatikan dan memanfaatkan seluruh komponen pembinaan sebagai satu kesatuan untuk mencapai sasaran, yaitu prestasi atlet yang maksimal, merupakan alternatif pende¬katan yang perlu diperhatikan dalam pembinaan olahraga.

Cerpen Liontin Lusi

Lusi mempunyai sebuah liontin. Itu pemberian seorang nenek yang pernah ditolongnya. Nenek itu terjatuh ketika jembatan di atas sungai patah. Untunglah Lusi ada di situ. Ia melompat ke dalam sungai untuk menolong si Nenek. Sebagai hadiah, Nenek memberinya liontin itu. "Kalau kau menaruh foto seseorang di dalam liontin ini, maka nasib orang itu akan selalu sial, " kata Nenek itu sebelum pergi.

Tentu saja Lusi tidak pernah memasukkan foto siapa pun ke dalam liontin itu. Ia tidak ingin menyakiti siapa pun. Liontin itu ia simpan di laci meja riasnya. Suatu hari, Ruth adiknya melihat liontin itu. Ruth suka sekali berdandan. Ia lalu meminjam liontin itu saat mereka akan pergi ke pasar. 
"Kak Lus, aku pinjam liontinmu ya? Aku pakai ke pasar ya?" ujar Ruth. Lusi mengangguk mengizinkan. Setibanya di pasar, Lusi sibuk belanja, sesuai daftar belanja dari ibunya. Hari itu, ibu Lusi menengok Nenek yang sakit. Itu sebabnya Lusi mendapat tugas belanja. Ruth berjalan-jalan melihat berbagai dagangan di pasar. Beberapa saat kemudian, Ruth muncul di dekat Lusi dengan wajah riang. 

"Kak, Kak, lihat! Aku menukar liontin tua Kakak, dengan dua liontin baru ini. Nih, satu buat Kakak, satu buat aku!" kata Ruth gembira. Lusi memerhatikan kedua liontin itu dengan mata melotot terkejut. 

"Astaga Ruth…kamu ditipu! Liontinku terbuat dari perak asli dan ukirannya antik. Liontin ini cuma imitasi murahan. Kamu dapat di mana ini?" 

"Aduuh…maaf Kak! Itu…aku menukar leontin itu di penjual barang antik…" kata Ruth penuh penyesalan. Lusi dan Ruth segera mendatangi warung si penjual barang antik. Berbagai barang jualannya berjejer di atas meja. Di tenda warung tertulis, 

"BARANG ANTIK ASLI KOLEKSI PAK DOLMI" Pak Dolmi adalah pria berhidung bengkok, bermata licik. Ia menolak saat Lusi meminta untuk menukar kembali dua liontin itu dengan liontin miliknya. "Yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan!" kata Pak Dolmi sinis. 

Ruth menangis meraung-raung karena menyesal. Ia tidak mau pulang walau Lusi membujuknya. Pak Dolmi memberikan liontin itu pada istrinya "Ha...ha...ha..., pasti kamu habis menipu orang. Aku taruh foto kita berdua ya, di sini," kata Bu Dolmi yang juga sama liciknya. Ia lalu memasang foto, ia bersama suaminya di dalam liontin itu. Tak lama kemudian, datang beberapa pembeli ke warung itu. 

"Vas bunga ini asli buatan Italia. Lihat ada tulisan 'Made in Italy' kata Pak Dolmi. Sementara itu, Bu Dolmi melayani pembeli yang ingin membeli payung antik berlukis Jepang. Saat Bu Dolmi menarik payung dari tempatnya, ujung payung menyodok atap tenda. Sisa air hujan yang tertampung di atap tenda, tumpah mengguyur Pak Dolmi yang sedang memegang vas tadi. Tulisan 'Made in Italy' di vas itu langsung luntur. 

"Penipu! Vas ini cuma keramik biasa!" marah bapak yang ingin membeli vas. Ibu pembeli payung juga ikut-ikutan marah dan tidak jadi membeli. "Cepat keringkan dirimu, Dolmi. Biar aku yang jaga warung!" omel Bu Dolmi. Namun mereka terkejut saat melihat seekor kucing di belakang mereka. "Bu, kucing itu memakan ikan belanjaanmu!" teriak Pak Dolmi panik. 

Bu Dolmi sangat marah. Ia meraih salah satu vas bunga di meja jualannya. "Kucing pencuri! Rasakan ini!" marah Bu Dolmi sambil mengangkat vas itu tinggi-tinggi. "Jangaan…" teriak Pak Dolmi panik. Namun terlambat. PRAAAANG… Vas bunga itu melayang dan jatuh pecah di lantai. Kucing itu lari ketakutan. Bu Dolmi tertawa girang . 

"Hahaha…aku menakut-nakuti kucing itu dengan vas palsu. Pak Dolmi hampir pingsan karena lemas. "Palsu?" "Ooooh… vas itu asli, Bu. Itu satu-satunya vas asli buatan Italia di warung kita ini!" Saat seorang nenek datang membawa koin. "Tadi pagi saya membeli teko. Ibu memberi koin ini sebagai kembalian. 

Apa ibu tidak salah memberi kembalian?" kata Nenek itu. "Itu kan koin uang asing. Mana mungkin saya kasih kembalian pakai uang asing. Memang saya penipu!" omel Bu Dolmi yang masih jengkel. "Ooo kalau ini bukan koinmu, ya tidak apa-apa. Tapi kata cucu saya, koin ini antik dan harganya mahal sekali. Ya sudah. Saya akan simpan saja koin ini," kata Nenek itu lalu pergi

Cerpen Santoana Dan Merak

Pada zaman dahulu di Pulau Jawa, hiduplah seekor burung cantik bernama Merak. Bulunya mengkilat, berwarna indah. Lehernya panjang jenjang dengan kibasan ekor bagaikan kipas. 
Merak yang cantik ini mendengar cerita dari teman-temannya sesama burung. "Ada seekor burung gagah bernama Santoana. Burung ini tinggal di Pulau Sumbawa. Hanya burung inilah yang pantas menjadi jodohmu. Kamu cantik dan Santoana gagah…" 
Hampir setiap hari Merak mendengar kata-kata ini dari teman-temanya. Akhirnya, pada suatu hari, Merak memutuskan untuk mencari Santoana. 
Di suatu pagi yang dingin, Merak pun pergi meninggalkan Pulau Jawa, yang ada di pikirannya hanyalah Santoana yang tampan. Perjalanan Merak memakan waktu berhari-hari. Beberapa laut dan pulau sudah dilewati. 
Ketika ia bertanya pada burung di setiap pulau, jawabannya selalu sama, "Terbanglah terus! Pulau itu berada agak jauh ke timur." 
Jawaban dari para burung itu tidak membuat Merak putus asa. Ia terus terbang, terbang… sampai akhirnya ia tiba di sebuah pulau yang sangat panjang. Bertanyalah Merak dengan napas terengah-engah. "
Pulau apakah ini?" 
"Ini adalah Pulau Panjang," jawab Camar santun. 
"Masih jauhkah tanah Sumbawa?" tanya Merak lagi. 
"O, pulau yang terbentang di depan kita itu adalah Pulau Sumbawa. 
Mendengar jawaban Camar, Merak pun sangat gembira. Setelah mengucapkan terima kasih, tanpa merasa lelah dia pun terbang lagi. 
Pulau Sumbawa akhirnya berhasil ia pijak. Kini ia tinggal mencari Santoana. Merak melangkah gemulai di sekitar pantai. Ekornya terkibas, leher jenjangnya melongok ke kiri dan ke kanan. 
Setelah agak lama mengitari pantai bertemulah dia dengan burung hitam besar yang sedang mencari makan di tepi pantai. Orang Sumbawa menyebutnya Bongarasang. 
Merak mendekat dan menceritakan maksud kedatangannya ke Pulau Sumbawa. Ia juga bertanya tentang Santoana. Bongarasang sangat terpesona melihat Merak yang cantik. Timbullah akal liciknya. Bongarasang pura-pura diam dan tertunduk malu. 
"Kenapa diam?" tanya Merak tak sabar. 
"Aku diam dan malu karena akulah yang kau cari," kata Bongarasang berbohong. 
Merak lemas mendengar perkataan Bongarasang. 
"Indah kabar daripada rupa," keluhnya kecewa, sebab Bongarasang tidak setampan yang ia bayangkan. 
Akan tetapi, karena sudah niatnya untuk menikah dengan Santoana, akhirnya Merak menikah dengan Bongarasang yang dianggapnya Santoana. 
Waktu pun berlalu. Akhirnya pasangan itu mempunyai anak. Merak dan Bongarasang berencana mengadakan pesta besar. Bongarasang juga ingin mem¬perkenalkan istrinya yang cantik kepada semua undangan. 
Hari pesta pun tiba. Semua undangan berdatangan. Burung tua ketua adat juga datang. Merak dan anaknya sudah berdandan di tengah ruangan. Semua tamu memuji kecantikan ibu muda yang berasal dari Pulau Jawa itu. Bongarasang tersenyum bangga. 
Ketika acara gunting bulu untuk keselamatan bayi burung akan dimulai, berkatalah ketua adat, 
"Tunggu sebentar, Santoana belum datang." 
Mendengar kata ketua adat itu, seketika wajah Merak berubah merah. Ia sangat marah kepada suaminya yang telah berbohong. Bongarasang tertunduk takut Merak menunggu dengan dada berdebar. Seperti apakah gerangan Santoana? 
Dari kejauhan, Santoana datang dengan gagahnya. Bulunya indah mengkilat tertimpa sinar mentari. Suaranya terdengar nyaring. Pinggulnya melenggok dengan ekor berwarna hijau tua. Berjuntai tertiup angin. Bulu-bulu halus dengan perpaduan warna yang sangat indah, membungkus badan dan lehernya. 
Tiba-tiba Merak terbang meninggalkan keramaian pesta. Hatinya sakit tak terkira menyangka kalau selama ini dia sudah dibohongi. Sambil menitikkan air mata, ia melantunkan lagu sedih daerah Sumbawa. 
Kulempat let biru do, 
Ku buya sanak parana 
Kudapat taruna kokoh (Kulewati beberapa pulau dan samudra, untuk mendapat jodoh yang sepadan, namun bertemu dengan lelaki pembohong) 
Akhirnya Merak meninggalkan Pulau Sumbawa dengan perasaan malu dan kecewa. Anaknya ikut malu dan bersembunyi di dalam tanah. Sampai sekarang anak burung itu tetap bersarang di dalam tanah. Namanya Bartong. Santoana kemudian dikenal dengan nama Ayam hutan. 
Menurut cerita, itulah sebabnya burung Merak tidak ada di Pulau Sumbawa sampai sekarang.

Fungsi Dan Peran Pengawas Pendidikan

Pengawas satuan pendidikan memiliki peran dan fungsi strategis dalam mendorong kemajuan sekolah-sekolah yang menjadi binaannya. Berbekal pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, mereka dapat memberikan inspirasi dan mendorong para kepala sekolah, guru serta tenaga kependidikan lainnya untuk terus mengembangkan profesionalisme dan meningkatkan kinerja mereka. Bagi kepala sekolah, pengawas layaknya mitra tempat berbagi serta konsultan tempat meminta saran dan pendapat dalam pengelolaan sekolah. Sementara itu bagi guru, pengawas selayaknya menjadi konselor dan konsultan dalam memecahkan problema dan meningkatkan kualitas pembelajaran. 

Pengawas dituntut memiliki kompetensi sosial, khususnya dalam menjalin mitra dengan para kepala sekolah, guru, shareholder dan stakeholder lainnya. Hal ini karena dalam bekerja pengawas bertemu banyak orang dengan berbagai latar belakang, kondisi, kepentingan serta persoalan yang dihadapi. Mereka juga harus mampu bermitra baik dengan individu maupun kelompok, selain itu pengawas juga berperan untuk mengembangkan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak yang terkait dengan peningkatan mutu sekolah, dan mengembangkan tim kerjasama yang kokoh di dalam sekolah. 

Kedudukan dan Fungsi Komunikasi
Organisasi tidak akan efektif apabila interaksi diantara orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tidak pernah ada komunikasi. Komunikasi menjadi sangat penting karena merupakan aktivitas tempat pimpinan mencurahkan waktunya untuk menginformasikan sesuatu dengan cara tertentu kepada seseorang atau kelompok orang. Dengan Komunikasi, maka fungsi manajerial yang berawal dari fungsi perencanaan, implementasi dan pengawasan dapat dicapai. 

Komunikasi tergantung pada persepsi, dan sebaliknya persepsi juga tergantung pada komunikasi. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Baik buruknya proses komunikasi tergantung persepsi masing-masing orang yang terlibat di dalamnya. Ketidaksamaan pengertian antara penerima dan pengirim informsi akan menimbulkan kegagalan berkomunikasi. Dalam hal ini Barnard (1968,175-181) mengemukakan tentang faktor komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan memelihara otoritas yang objektif dalam organisasi sebagai berikut. 
1. Saluran komunikasi harus diketahui secara pasti 
2. Seyogyanya harus ada saluran komunikasi formal pada setiap anggota organisasi 
3. Jalur komunikasi seharusnya langsung dan sependek mungkin 
 4. Garis komunikasi formal hendaknya dipergunakan secara normal 
5. Orang-orang yang bekerja sebagai pusat pengatur komunikasi haruslah 
6. orang-orang yang berkemampuan cakap 
7. Garis komunikasi seharusnya tidak mendapat gangguan pada saat organisasi sedang berlangsung 
8. Setiap komunikasi haruslah disahkan. 

Membangun Komunikasi Efektif 
Komunikasi efektif bagi pimpinan merupakan keterampilan penting karena perencanaan, pengorganisasian, dan fungsi pengendalian dapat berjalan hanya melalui aktivitas komunikasi. Dalam beberapa situasi di dalam organisasi, kadangkala muncul sebuah pernyataan di antara anggota organisasi, apa yang kita dapat adalah kegagalan komunikasi. Pernyataan tersebut mempunyai arti bagi masing-masing anggota organisasi, dan menjelaskan bahwa yang menjadi masalah dasar adalah komunikasi, karena kemacetan atau kegagalan komunikasi dapat terjadi antar pribadi, antarpribadi dalam kelompok, atau antar kelompok dalam organisasi. 

Komunikasi bagi pimpinan merupakan aspek pekerjaan yang penting sebagai bagian dari fungsi organisasi. Masalah bisa berkembang serius manakala pengarahan menjadi salah dimengerti; gurauan yang membangun dalam kelompok kerja malah menyulut kemarahan; atau pembicaraan informal oleh pimpinan terjadi distorsi (penyimpangan). Dengan kata lain bahwa masalah komunikasi dalam organisasi adalah apakah anggota organisasi dapat berkomunikasi dengan baik atau tidak? 

Komunikasi merupakan keterampilan dasar seorang pengawas sekolah, dan merupakan elemen penting dalam pelayanan, karena menyangkut kompetensi pengawas sekolah sebagai orang yang melayani kepentingan dan kebutuhan sekolah, utamanya kepala sekolah dan guru. Keterampilan dasar berkomunikasi bagi seorang pengawas sekolah adalah: 
1. Mampu saling memahami kelebihan dan kekurangan individu 
2. Mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan 
3. Mampu saling menerima, menolong, dan mendukung 
4. Mampu mengatasi konflik yang terjadi dalam komunikasi 
5. Saling menghargai dan menghormati 

Mengembangkan keterampilan berkomunikasi bagi pengawas sekolah dapat dilakukan dengan memperhatikan: 
1. Manfaat dan pentingnya komunikasi 
2. Penguasaan perilaku individu 
3. Komponen-komponen komunikasi, 
4. Praktek keterampilan berkomunikasi 
5. Bantuan orang lain 
6. Latihan yang terus-menerus 
7. Partner berlatih, untuk meningkatkan kemampuan adaptif berkomunikasi

Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pengertian Manajemen Sarana dan Prasarana 
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dalam proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi, serta media pembelajaran. Adapun prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, dan jalan menuju sekolah. Jika prasarana ini dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar seperti taman sekolah untuk mengajarkan biologi atau halaman sekolah menjadi lapangan olahraga, maka komponen tersebut berubah posisi menjadi sarana pendidikan. Ketika prasarana difungsikan sebagai sarana, berarti prasarana tersebut menadi komponen dasar. Akan tetapi, jika prasarana berdiri sendiri atau terpisah, berarti posisinya menjadi penunjang terhadap sarana (Mujamil, 2007:170-171).
Manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan yang mengatur untuk mempersiapkan segala peralatan/material bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Manajemen sarana dan prasarana dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses belajar mengajar (Rohiat, 2006:26). Manajemen sarana dan prasarana dapat diartikan sebagai kegiatan menata, mulai dari merencanakan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran, pendayagunaan, pemeliharaan, penginventarisan dan penghapusan serta penataan lahan, bangunan, perlengkapan, dan perabot sekolah serta tepat guna dan tepat sasaran (Sobri, 2009:61)
Dapat disimpulkan bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah sebagai proses perencanaan, pengadaan, inventarsasi, penyimpanan, penataan, penggunaan, pemeliharaan dalam rangka untuk menunjang proses pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien

Dasar Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Dasar hukum sarana dan prasarana di sekolah secara hierarkis dapat dikemukakan sebagai berikut : (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2003:31)
1.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengatakan :
1.1.
Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik (pasal 45)
1.2. Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
2.
Peraturan Pemerintah Nomro 9 Tahun 2015, pasal 42 ayat (1) “Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta kelengkapan lain yang diperlakukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (Martinis, 2008:83-84). Pasal 42 ayat (2) menyatakan “setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat kerkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan”.
3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tanggal 23 Mei 2007, tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
3.1.
Sekolah menetapkan kebijakan program secara tertulis mengenai pengelolaan sarana dan prasarana
3.2.
Program pengelolaan sarana dan prasarana mengacu pada standar sarana dan prasarana dalam hal:
3.2.1.
Merencanakan, memenuhi dan mendayagunakan sarana dan prasarana pendidikan
3.2.2.
Mengevaluasi dan melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana agar tetap berfungsi mendukung proses pendidikan
3.2.3.
Melengkapi fasilitas pembelajaran pada setiap tingkat kelas di sekolah
3.2.4.
Menyusun skala prioritas pengembangan fasilitas pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan dan kurikulum masing-masing tingkat
3.2.5.
Pemeliharaan semua fasilitas fisik dan peralatan dengan memperhatikan kesehatan dan keamanan lingkungan
3.3.
Seluruh program pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan disosialisasikan kepada pendidik, tenaga kependidikan dan peserta pendidik
3.4.
Pengelolaan saran dan prasarana sekolah/madrasah
3.4.1
Direncanakan secara sistematis agar selaras dengan pertumbuhan kegiatan akademik dengan mengacu standar sarana dan prasarana
3.4.2.
Dituangkan dalam rencana pokok (master plan) yang meliputi gedung dan laboratorium serta pengembangannya
3.5.
Pengelolaan perpustakaan sekolahh/madrasah perlu:
3.5.1.
Menyediakan petunjuk pelaksanaan operasional peminjaman buku dan bahan pustaka lainnya
3.5.2.
Merencanakan fasilitas peminjaman buku dan bahan pustaka lainnya sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan pendidik
3.5.3.
Membuka pelayanan minimal enam jam sehari pada hari kerja
3.5.4.
Melengkapi fasilitas peminjaman antar perpustakaan, baik internal maupun eksternal
3.6.
Pengelolaan laboratorium dikembangkan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dilengkapi dengan manual yang jelas sehingga tidak terjadi kekeliruan yang dapat menimbulkan kerusakan
3.7.
Pengelolaan fasilitas fisik untuk kegiatan eksrakurikuler disesuaikan dengan perkembangan eksrakurikuler peserta didik dan mengacu pada standar sarana dan prasarana (Sobri, 2009:154-155)Dari beberapa dasar hukum di atas dapat disimpulkan bahwa dasar hukum manajemen sarana dan prasarana  pendidikan adalah setiap sekolah/madrasah wajib memiliki sarana dan prasarana, dan dikelola sesuai standar pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan
Macam-macam Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sehubungan dengan sarana pendidikan, Nawawi (2010:34) mengklasifikasikannya menjadi beberapa macam sarana pendidikan, yaitu ditinjau dari sudut: (1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; dan (3) hubungannya dengan proses belajar mengajar
1. Ditinjau dari habis tidaknya dipakai
Apabila dilihat dari habis tidaknya dipakai, ada dua macam sarana pendidikan, yaitu sarana pendidikan yang habis pakai dan sarana pendidikan yang tahan lama
1.1. Sarana pendidikan yang habis pakai
Sarana pendidikan yang habis pakai adalah segala bahan atau alat yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu relatif singkat.  Seperti kapur tulis, spidol, penghapus dan sapu, serta beberapa bahan kimia yang digunakan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam. Selain itu ada beberapa sarana pendidikan yang berubah bentuknya misalnya kayu, besi, dan kertas karton. Adapun sarana pendidikan yang berubah bentuk adalah pita mesin tulis, bola lampu, dan kertas. Semua contoh tersebut merupakan sarana pendidikan yang apabila dipakai satu kali atau beberapa kali bisa habis dipakai atau berubah sifatnya
1.2. Sarana pendidikan yang tahan lama
Sarana pendidikan yang tahan lama yaitu keseluruhan bahan atau alat yang dapat digunakan secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama seperti bangku, kursi, mesin tulis, komputer dan peralatan olahraga
2. Ditinjau dari bergerak tidaknya pada saat digunakan
2.1. Sarana pendidikan yang bergerak
Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindah sesuai dengan keutuhan pemakaiannya seperti lemari arsip, bangku dan kursi yang bisa digerakkan atau dipindahkan kemana saja
2.2. Sarana pendidikan yang tidak bergerak
Sarana pendidikan yang tidak dapat bergerak yaitu semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk dipindahkan seperti tanah, bangunan, sumur dan menara serta saluran air dari PDAM/semua yang berkaitan dengan itu seperti pipanya, yang relatif tidak mudah untuk dipindahkan ke tempat-tempat tertentu.
3. Ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar
Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, ada dua jenis sarana pendidikan. Pertama, sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar seperti kapur tulis, spidol, alat peraga, alat praktik dan media/sarana pendidikan lainnya yang digunakan guru dalam mengajar. Kedua, sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, seperti lemari arsip di kantor.
Sedangkan prasarana pendidikan yang bisa diklasifikasikan menjadi dua macam. Pertama, prasarana pendidikan yang secara tidak langsung digunakan untuk proses belajar mengajar seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan dan ruang laboratorium. Kedua, prasarana pendidikan yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara tidak langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar seperti ruang kantor, kantin, masjid/mushola, tanah, jalan menuju lembaga, kamar kecil, ruang usaha kesehatan, ruang guru, ruang kepala lembaga, dan tempat parkir kendaraan (Bafadal, 2003:35)
Jadi dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana yang berhubugngan dengan proses pembelajaran terbagai menjadi 2 yakni sarana pendidikan yang langsung dan tidak langsung. Prasarana pendidikan juga terbagi 2 yakni prasarana pendidikan langsung dan tidak langsung
Tujuan Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Secara umum, tujuan manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah untuk memberikan layanan secara profesional di bidang sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan efisien. Secara rinci, tujuannya adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan seksama Diharapkan melalui manajemen sarana dan prasarana pendidikan semua sarana dan prasarana pendidikan yang didapatkan oleh sekolah adalah sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas tinggi, sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan dengan dana yang efisien.
2.
Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana sekolah secara tepat dan efisien.
3.
Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah sehingga keberadaannya selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap diperlukan oleh semua warga sekolah.

Dimensi-Dimensi Pembelajaran

Belajar gerak harus menggugah berpikir siswa. Pendidikan jasmani harus mengajarkan siswa berpikir sebagaimana pula mengajarkan gerak. Guru pendidikan jasmani harus berusaha agar pembelajaran bermakna dan mencapai tujuan, bukan merupakan suatu respon gerak belaka, yang tidak atau sedikit melibatkan kemampuan berpikir siswa. Guru harus membelajarkan gerak untuk pemahaman dan pengetahuan siswa. Belajar gerak lebih merupakan belajar dengan cara coba-coba, guru membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir yang diperlukan untuk keberhasilan mengatasi masalah-masalah gerak dalam kehidupan dimasa yang akan datang. Proses ini termasuk pemahaman bagaimana tubuh digerakkan dan bagaimana gerakan tubuh diubah kedalam berbagai kondisi dan situasi. Pembelajaran gerak yang melibatkan proses persepsi, interpretasi, perbaikan, pengembangan, pengaplikasian, dan penciptaan gerak perlu dirancang guru pendidikan jasmani agar menyentuh dan mengembangkan penampilan serta fungsi kognisi siswa. Keterkaitan belajar gerak dalam hubungan dengan penampilan dan fungsi kognisi perlu memperhatikan hal-hal berikut dibawah ini. 

Belajar dipengaruhi oleh persepsi siswa. Dimensi pembalajran pertama adalah persepsi dan sikap positif tentang pembelajaran. Persepsi siswa tentang kemampuan mereka sendiri untuk sukses memainkan peran penting terhadap keberhasilan mereka. Takut akan gagal atau perasaan lain yang negatif akan mempengaruhi keberhasilan mereka. Persepsi ini akan mempengaruhi belajar siswa. Penciptaan situasi emosional atau perlibatan emosional siswa harus menjadi pertimbangan guru pendidikan jasmani. Keadaaan emosional siswa dapat menunjang atau bahkan menghambat penampilan gerak siswa. Meskipun sentuhan emosional diperlukan dalam belajar gerak, tetapi sebaiknya perlibatan emosional ini tidak terlalu tinggi. Terlalu tinggi ketegangan emosional akan berdampak pada rendahnya kualutas belajar siswa, karena energi tubuh akan terkuras untuk mengatasi ketegangan yang muncul. Guru pendidikan jasmani perlu mengatasi ketegangan atau kecemasan siswa. Kecemasan yang muncul bisa merusak belajar siswa. Karena itu, tingkat kesulitan gerak dalam pembelajaran perlu secara progresif meningkat, dan mulailah dari tingkat kesulitan yang sederhana sampai yang lebih kompleks, atau dari yang mudah sampai kegiatan tugas gerak yang lebih sukar, bersamaan dengan itu akan meningkat pula tingkatan kepercayaan sehingga akan berdampak pada self-esteem siswa. Pertandingan atau kompetisi perlu dikendalikan sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan kecemasan atau ketegangan. 

Pengajaran lebih dari sekedar proses penyampaian pengetahuan. Dimensi kedua dalam pengembangan kemampuan berpikir melibatkan pemerolehan dan pengintegrasian pengetahuan. Pengajaran adalah proses kontruksi makna personal dari interaktif yang relatif tinggi dari informasi yang diperoleh ketika belajar dan pengintegrasian informasi itu kedalam apa yang diketahui dengan penciptaan pengetahuan baru. Pengajaran melibatkan proses subjektif dari interaksi antara apa yang diketahui dengan apa yang tidak diketahui. Pembelajaran menjadi semakin sukar manakala materi yang baru tidak dapat dikaitkan dengan sesuatu yang sudah diketahui, manakala pengetahuan berbeda dalam satu situasi tidak dapat ditransfer kedalam suatu situasi baru. Dimensi ini sangat mendukung pendekatan konseptual yang dikembangkan kedalam pengembangan pengetahuan, yaitu muatan gerak, dan penerapannya dalam berbagai situasi belajar. Belajar yang efektif membutuhkan suatu analisis yang lebih mendalam tentang informasi baru untuk mengorganisasikannya dan membentuknya dalam cara yang bermakna. Aspek terakhir dari proses ini adalah internalisasi informasi sehingga dapat digunakan. Hal ini membutuhkan pendalaman dan pengulangan sehingga dapat dicerna dan digunakan dengan sedikit upaya. 

Siswa harus belajar menggunakan pengetahuan dalam berbagai cara. Dimensi ketiga pembelajaran yang melibatkan kemampuan berpikir adalah memperluas dan memperbaharui pengetahuan, guru membantu siswa menggunakan pengetahuannya dalam berbagai cara. Dalam kaitan ini, sangatlah penting siswa dibelajarkan menggunakan apa yang telah dipejarinya kedalam berbagai situasi. Para siswa belajar mengobservasi kesamaan dan perbedaan dan mengklasifikasikan belajar kedalam kategori-kategori yang jelas dan menggunakan alasan-alasan deduktif ataupun induktif untuk mendapatkan prinsip-prinsip dan generalisasi dan konsekuensi-konsekuensi yang memungkinkan. Tentunya, menggunakan pertanyaan sangatlah penting sebagaimana yang dimaksud dalam proses ini. Para siswa harus dilibatkan dalam belajar disetiap saat. Dimensi keempat melibatkan berpikir dan penggunaan pengetahuan secara bermakna. Proses ini merupakan kelanjutan dari dimensi ketiga. Dimensi keempat ini membutuhkan perlibatan jangka panjang terhadap materi, mengajar siswa kedalam tugas-tugas yang lebih kompleks. Hal ini membutuhkan inisiatif siswa sendiri untuk sepenuhnya terlibat. Pembuatan keputusan, investigasi, eksperimentasi dan pemecahan masalah yang terjadi bagian dari dimensi keempat ini. 

Siswa harus belajar dalam kapasitas terbaik mereka. Dimensi akhir, membiasakan hasil kerja pikiran, memerlukan keteguhan dalam belajar, terutama manakala pembelajaran menjadi menjemukan. Keteguhan ini akan mengantarkan siswa menjadi ahli. Karena itu, siswa perlu lebih sensitif terhadap umpan balik, mencari ketepatan dan akurasi, bertahan atau tangguh ketika jawaban yang diberikan tidak mengenai sasaran yang diinginkan, memandang situasi pembelajaran dengan proporsional, dan menghindari rasa ketersinggungan. Dimensi ini membutuhkan siswa tangguh dan belajar dalam kapasitas terbaik dirinya. 

Kesemua dimensi ini tidak terjadi dengan sendirinya dalam urutan atau tahapan-tahapan tetapi lebih merupakan interaksi dari kesemua variabel ini dalam situasi belajar. Kesemuanya itu merupakan bagian yang terintegrasi dalam pembelajaran pendidikan jasmani. 

Kepemimpinan adalah penting dalam pembalajaran. Guru pendidikan jasmani memainkan peran penting dalam belajar siswa. Guru perlu memberikan kejelasan tugas ajar gerak, yang kemudian diikuti oleh demontrasi dan ilustrasi verbal untuk mengantarkan tujuan kepada siswa, mengajukan pertanyaan yang menstimulasi siswa untuk berpikir, merencanakan praktik-praktik pembelajaran, cermat dalam mendeteksi dan mengoreksi kesalahan gerak siswa, dan responsif terhadap kebutuhan siswa dalam kelompok. Guru pendidikan jasmani perlu menunjukkan minat tinggi kepada siswa dan kesungguhan serta keseriusan dalam mengajar.

Belajar dan Belajar Gerak


Teori perkembangan merupakan hal penting dalam pembahasan belajar gerak. Teori pentahapan menyarankan bahwa siswa berkembang melalui sekumpulan serial tahapan atau tingkatan yang mengikuti pola urutan logis. Satu aspek dari teori pentahapan melibatkan perkembangan gerak. Perkembangan gerak dapat ditelusuri mulai dari gerak involuntary sampai pada gerak yang bertujuan. Teori ini menyarankan bahwa siswa harus mampu menampilkan keterampilan gerak tertentu dalam berbagai tingkatan usia. 

Periode teori kritis dari perkembangan gerak menandakan bahwa tahapan tertentu dalam proses perkembangan penting bagi pembelajaran keterampilan tertentu. Jika keterampilan ini tidak berkembang pada waktu yang tepat, kegagalan demi kegagalan akan dirasakan ketika yang bersangkutan belum menunjukkan perkembangan yang diinginkan. Kesempatan belajar gerak di sekolah dasar perlu memberikan siswa bukan hanya pada penguasaan keterampilan gerak dasar tetapi juga perkembangan pemahaman tentang gerak yang penting bagi transfer pembelajaran. Keberhasilan dimasa depan bergantung pada pengalaman awal ini. 

Belajar sering digambarkan dalam psikologi kependidikan sebagai suatu curva. 
1) Garis vertikal menunjukkan belajar aktif, sementara garis horizontal menggambarkan suatu rata-rata belajar terendah. Garis horizontal awal menunjukkan pemahaman tentang aksi tugas gerak tubuh. Manakala siswa berkembang wawasan tentang tugas geraknya, penampilan meningkat dan curva beranjak vertikal. Peningkatan ini menunjukkan penguasaan tugas gerak dan entusiasme belajar. Transfer, motivasi, dan keberhasilan meningkat setahap demi setahap. Garis bergelombang menunjukkan hasil dari kondisi siswa atau lingkungan belajar siswa. Siswa mungkin kehilangan minat, memerlukan waktu untuk mengintegrasikan keterampilan, atau memiliki tingkatan keterampilan tinggi setelah berulang kali melakukan upaya pelatihan. Guru mungkin mengalami keterlambatan atau percepatan perubahan metode atau latihan dalam upaya membelajarkan siswa. Lingkungan sekitar seperti, fasilitas, peralatan, suasana dan kondisi tempat juga turut mempengaruhi terjadi fluktuasi tingkat penguasaan gerak oleh siswa. Untuk meminimilisasinya guru harus mengenali kebutuhan siswa, memberikan gugahan dan umpan balik yang akurat, menghindari kecemasan tingkat tinggi pada diri siswa, dan memberikan pengalaman menyenangkan selama siswa belajar tugas gerak. 

2) Mencerminkan model belajar gerak. Pada tahapan pertama siswa menerima rangsangan atau input melalui indra rabaan siswa. Input ini dapat berupa visual, pendengaran, atau rasa kinestetik siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan dalam menerima input sensoris ini. Tahapan kedua melibatkan pembuatan keputusan melaui cara persepsi. Proses ini melibatkan analisa sensori data berdasarkan kondisi yang ada dan pengalaman masa lalu, yang telah diolah oleh otak. Proses ini sepenuhnya bergantung pada individu siswa. Penilaian dan pembuatan keputusan untuk suatu tindakan dipilih dan dipertimbangkan, selanjutnya suatu respon gerak dihasilkan. Manakala tindakan dilakukan, para siswa menerima umpan balik tentang efek atau hasil dari respon melalui kekuatan sensoris, dan proses seperti ini terus berulang. Sebagai contoh, ketika menangkap bola, seorang siswa menerima sensoris data-suara bola yang dipukul dan bola datang kearah tubuuhnya. Pengalaman masa lalu membantu siswa itu untuk dapat menangkap bola, bersamaan dengan itu diperoleh informasi pula tentang seberapa cepat bola bergerak, kemana bola akan jatuh, dan kemana bola akan jatuh. Dalam merespon si siswa bergerak untuk dapat menangkap bola. 

Ketika siswa mampu memahami pelaksanaan suatu tugas gerak berarti siswa siap berlatih pola untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi. Pada proses awal ini, guru memberikan penjelasan dan demontrasi memfokuskan pada aspek penting keterampilan yang sedang dipelajari sampai gerakan yang diinginkan dapat diraih. Ketika siswa makin mahir dan otomatis, siswa dapat berkonsentrasi pada penggunaan keterampilan untuk situasi dan kondisi yang berbeda. Selama masa ini, aktivitas latihan perlu dikembangkan dan sejumlah pertanyaan perlu diajukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani adalah :
Kematangan dan latihan jasmani berperan penting dalam perkembangan keterampilann gerak. Kematangan mencerminkan kapabilitas untuk belajar. Perkembangan awal gerak bergantung pada kematangan sistem syaraf-otot siswa. Jika kematangan sistem syaraf-otot ini telah dicapai, maka latihan jasmani berperan penting dalam perkembangan keterampilan gerak. Keterampilan gerak berkembang sesuai dengan usia, namun demikian pengaruh kematangan terhadap pemerolehan keterampilan gerak selama masa sekolah dasar belum dapat sepenuhnya dipahami. 


Ada variasi perkembangan gerak antara satu tingkatan usia dengan tingkatan usia lain. Rentang perbedaan individual siswa dibedakan seiring peningkatan usia. Siswa perempuan lebih cepat perkembangannya daripada siswa laki-laki, tetapi tidak begitu nampak dalam keterampilan gerak karena masyarakat sering memberikan peluang bergerak lebih besar pada laki-laki daripada wanita. Dalam upya memenuhi kebutuhan setiap siwa, guru perlu fokus pada analisis mengapa suatu keterampilan gerak tidak efisien, menentukan apakah karena kurang pengalaman gerak, lemah pemahaman, atau tidak memiliki kualitas fisik seperti kelentukan atau kekuatan. Penting untuk diperhatikan bahwa siswa berkembang keterampilan geraknya bergantung pada kemampuan dan upaya siswa yang bersangkutan. Keberhasilan dalam melakukan tugas gerak diawal-awal latihan tidak menjamin keberhasilan dimasa yang akan datang. 


Para siswa menunjukkan cara dan gaya belajar yang berbeda-beda. Para siswa belajar melalui berbagai kemampuan sensoris yang dimiliki. Beberapa siswa lebih mudah belajar gerak melalui visual, sementara yang lain melalui cara melakukan, pendengaran, sentuhan atau manipulasi. Beberapa siswa mungkin lebih efektif belajar bersama teman sebanyanya dengan menjadi penggagas, partisipan, atau pengamat dalam kelompok. Beberapa siswa lain belajar dengan baik bila bersama orang dewasa, dan siswa lain akan lebih baik belajar bila melakukan eksperimen, berpikir reflektif, pembaca, atau pengamat. Perbedaan dalam cara berpikir juga terjadi. Beberapa siswa mengakumulasi pengetahuan dan mengorganisasikan pengetahuan tersebut kedalam pola-pola tertentu, sementara yang lain mendapatkan gambaran utuh gerak secara detail. Gaya belajar siswa juga berkaitan dengan gaya hidup. Bagi beberapa siswa belajar dari struktural, aturan, kemauan pribadi, dan penulisan catatan-catatan tertentu. Siswa akan lebih menyukai kebebasan dan pengarahan diri. Siswa lain mengambil hikmah dari kesalahan teman atau guru. Beberapa siswa berpikir reflektif, sementara yang lain impulsif, energetik, dan intuitif. Beberapa siswa bergantung pada siswa lain, bergantung pada situasi dan kondisi lingkungan belajar, teman sebaya, dan guru dalam memilih aktivitas jasmani, memilih dan menetapkan caranya sendiri.

Masalah Lingkungan Hidup

Indonesia terkenal akan banyaknya sumber daya alam, yang terkandung, apapun itu hasil bumi melimpah ruah, namun seiring berjalannya waktu sumber daya alam yang kita miliki kini semakin sedikit, bahkan terancam rusak, pengambilan sumber daya alam yang terus menerus tanpa disertai upaya untuk memperbaikinya tentu akan menyebabkan rusaknya lingkungan hidup. Karena lingkungan tempat mahluk hidup ini bernaung tidak kalah pentingnya dari kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya, merusak lingkungan hidup sama saja mencelakakan diri sendiri. Belum lagi kini semakin banyaknya lingkungan hidup yang tercemar, mengancam kelestarian alam Indonesia. Kalau penyebab kerusakan lingkungan hidup ini tidak ditanggulangi untuk ditekan sekecil mungkin, tentu kerusakan lingkungan yang sudah terjadi ini akan semakin parah yang akibatnya juga akan merugikan semua mahluk hidup termasuk kita. Dalam hal ini perlu ada peran serta langsung dari kita maupun pemerintahannya sendiri. 

Definisi Lingkungan Hidup Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 1977, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain. Ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan Nusantara dalam melakasanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya. 

Merujuk pada definisi tersebut, maka lingkungan hidup Indonesia tidak lain merupakan wawasan nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya. Maka secara hukum wawasan dalam menyelenggarakan penegakan hukum pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah wawasan nusantara.

Masalah Lingkungan Hidup Masalah lingkungan hidup
Saat ini adalah penebangan hutan secara liar atau pembalakan hutan, polusi air dari limbah industri dan pertambangan, polusi udara di daerah perkotaan (Jakarta merupakan kota dengan udara paling kotor ke 3 di dunia), asap dan kabut dari kebakaran hutan, kebakaran permanen atau tidak dapat dipadamkan, perambahan suaka alam atau suaka margasatwa, perburuan liar, perdagangan dan pembasmian hewan liar yang dilindungi, penghancuran terumbu karang, pembuangan sampah tanpa pemisahan atau pengelolaan, hujan asam yang merupakan akibat dari polusi udara. 

Dampak Kerusakan Lingkungan Hidup 
Lingkungan tempat mahluk hidup bernaung tidak kalah pentingnya dari kebutuhan-kebutuhan lainnya. Merusak lingkungan hidup akan berdampak kerusakan lingkungan hidup itu sendiri. Dampak kerusakan lingkungan hidup sangat banyak macamnya. Salah satunya adalah pemanasan global, yang sudah mulai dirasakan di berbagai belahan bumi. Seperti terjadinya peningkatan suhu udara, permukaan air laut naik, yang bisa mengenggelamkan pulau-pulau kecil, dan daratan di sekitar pantai. Terjadinya perubahan iklim, yang kini sudah terjadi di beberapa tempat termasuk di negeri ini. Semua ini karena lingkungan tempat manusia dan mahluk hidup lainnya sudah tercemar. Bahkan menurut sumber-sumber yang bisa dipercaya, keganasan topan yang akhir-akhir ini suka melanda salah satu bagian daratan Amerika, diprediksi oleh para ahli sebagai efek dari pemanasan global. Ancaman lain yang tidak kalah bahayanya bagi kehidupan manusia adalah terjadinya hujan asam. 

Di Indonesia sendiri, memasuki tahun 2006 telah terjadi angin badai di beberapa perairan yang mengakibatkan banjir di daerah pantai hingga berhari-hari. Belum lagi lebatnya curah hujan mengakibatkan banjir dan tanah longsor di beberapa daerah. Kejadian-kejadian ini tentu masih punya kaitan dengan pemenasan global akibat kerusakan lingkungan. Kalau penyebab-penyebab kerusakan global ini tidak ditanggulangi untuk ditekan sekecil mungkin, tentu kerusakan lingkungan yang sudah terjadi ini akan semakin parah yang akibatnya juga akan merugikan mahluk hidup termasuk kita. 

Upaya Menanggulangi Masalah Lingkungan Hidup 
Masalah lingkungan hidup memang bukan persoalan salah satu negara saja, tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh bangsa dan negara. Oleh karena itulah berbagai macam dilakukan orang untuk mencegah tambah rusaknya lingkungan hidup. Seperti dengan diselenggarakannya KTT Bumi, Protokol Kiyoto, dan sebagainya. Beberapa negara yang masih memanfaatkan bahan bakar fosil, berusaha mengurangi efek rumah kaca dengan menggunakan bahan bakar gas alam yang secara otomatis sangat kompetitif bila dibandingkan dengan penggunaan minyak bumi dan batubara. 

Khususnya untuk bahan bakar pembangkit tenaga listrik, sebenarnya penggunaan bahan bakar, fosil sudah bisa ditekan sekecil mungkin, karena ada teknologi modern yang menggunakan bahan bakar lain non fosil yang lebih irit, produktif, aman dan tidak menimbulkan polusi. Oleh karena itu, bagi bangsa Indonesia kini saatnya kita memanfaatkan bahan bakar non fosil untuk berbagai keperluan seperti untuk pembangkit listrik. Dengan demikian sekalian turut melakukan upaya pelestarian lingkungan hidup secara global, juga sebagai langkah penghematan cadangan sumber daya alam yang sudah semakin menipis di negeri ini.

Fungsi Manajemen Pendidikan

Fungsi Manajemen sebagai suatu karakteristik dari pendidikan muncul dari kebutuhan untuk memberikan arah pada perkembangan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dalam operasional sekolah. Kerumitan yang meningkat karena luas dan banyaknya program telah mendorong usaha untuk memerinci dan mempraktikkan prosedur administrasi dengan sistematis. Usaha ini telah menghasilkan uraian tentang praktik-praktik yang berhasil dan perangkat-perangkat asas yang konstruktif. 

Keith dan Girling (1991:xvii) dikutip oleh Rohiat (2008:14) penelitiannya menyebutkan. “kontribusi manajemen pendidikan terhadap keberhasilan dan kegagalan belajar siswa adalah sebesar 32%”. Dengan bertumpu pada landasan tersebut, pendidikan memulai usahanya dengan sungguh-sungguh untuk mengembangkan suatu teori dan ilmu administrasi pendidikan. Perkembangan ini melingkupi formulasi dan pemeriksaan proposisi teoritis, penelitian praktik yang sistematis, dan penerapan teori dari bidang ilmu sosial lain pada masalah administrasi pendidikan. Konsep-konsep baru yang membawa harapan tentang sifat dan fungsi administrasi yang diperlukan sekolah-sekolah adalah hasil dari pendekatan-pendekatan ini. 

Seorang kepala sekolah yang memanajemen sekolah tanpa pengetahuan manajemen pendidikan tidak akan bekerja secara efektif dan efisien, jauh dari mutu, dan keberhasilannya tidak akan menyakinkan. Pengetahuan dan atau teori tentang manajemen pendidikan sangat dibutuhkan dan harus dipahami oleh seorang kepala sekolah karena tanpa teori manajemen seorang kepala sekolah akan melakukan pekerjaannya dengan terkaan dan pendapatnya saja. Hal tersebut tidak akan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan justru akan mengalami jalan buntu. Teori manajemen pendidikan akan sangat membantu para kepala sekolah dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya karena “teori adalah pernyataan tentang prinsip-prinsip umum yang tampak meramalkan atau menjelaskan kejadian-kejadian dengan teliti dan lebih baik dari terkaan sehingga kita dapat mengatakan bahwa prinsip-prinsip itu benar”. (Coladarci and Getzels, 1998) dikutip oleh Rohiat (2008:15) Seorang kepala sekolah yang tidak mempelajari teori manajemen dalam mengelola sekolahnya tidak akan dapat mencapai tujuan secara efektif karena apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan harus berpijak pada perilaku yang sistematis dan berhubungan dengan konsep, asumsi, dan generalisasi teori manajemen. 

Dewasa ini kekuatan yang mempengaruhi sekolah-sekolah sedang mempercepat tingkat perluasan tanggung jawabnya dan membantu operasinya lebih rumit. Unit-unit operasi yang lebih besar serta hubungan yang lebih dekat dan lebih langsung dengan lembaga-lembaga sosial lain, maupun dengan unit-unit lain dari sistem sekolah membuat pengetahuan dan keterampilan manajemen menjadi suatu keharusan. Pada waktu yang sama, pengetahuan baru dan kuatnya permintaan akan keutamaan mengarahkan perhatian terhadap perluasan pelayanan administrative yang membuatnya lebih kompleks. Sebagai akibatnya, konsep-konsep sebelumnya tentang praktik manajemen tidak lagi memenuhi. Kondisi baru dalam wawasan baru tentang fungsi manajemen meminta formulasi kembali arti dan maksud administrasi yang diperlukan bagi sekolah-sekolah. 

Sesuai dengan apa yang dikemukakan sebelumnya, fungsi kepala sekolah sebagai manajer dan pemimpin pendidikan dalam meningkatkan mutu dihadapkan kepada berbagai tugas dan tanggung jawab. Secara ilmu atau pengetahuan, kepala sekolah harus memahami apakah manajemen tersebut berbasis sekolah atau tidak, apa dan bagaimana kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), bagaimana membuat rencana anggaran sekolah sehubungan dengan bantuan operasional sekolah (BOS). Belajar merupakan suatu keharusan bagi kepala sekolah dalam memanajemenkan sekolahnya. Tanpa belajar, ia merupakan sosok birokrasi yang melaksanakan aturan-aturan yang merupakan regulasi statis saja. Filsafat manajemen adalah kerjasama saling menguntungkan. Bekerja secara efektif dengan metode kerja yang terbaik untuk mencapai hasil yang optimal perlu dipahami dan diresapi. Manajer sekolah dengan kepemimpinannya menjadi penanggung jawab dari hasil yang dicapai dalam aktivitas proses manajemen. Dengan demikian, kepala sekolah yang memimpin dengan inovatif, kreatif, cakap dan berani mengambil keputusan akan melahirkan kegiatan-kegiatan organisasi (guru, siswa, anggota sekolah lainnya, bahkan orang tua dan komite) yang semakin dinamis. Sebaliknya, kepala sekolah yang tidak kreatif, cakap, inovatif, dan tidak berani mengambil keputusan akan mengakibatkan sekolah menjadi organisasi yang hanya menjalankan rutinitas. 

Filsafat manajemen lainnya adalah kumpulan pengetahuan dan kepercayaan yang memberikan dasar-dasar pemikiran untuk pengambilan keputusan dalam rangka memecahkan berbagai masalah di sekolah. Manajer sekolah perlu memiliki pengetahuan yang memadai tentang manajemen pendidikan sebagai bekal kerja. Dengan kata lain, ia memiliki filsafat manajemen yang akan bermanfaat untuk : 
  1. Pegangan dalam melaksanakan manajemen sekolah.  
  2. Melahirkan kepercayaan diri bagi kepala sekolah dalam proses manajemen guna mencapai tujuan sekolah.  
  3. Memudahkan kepala sekolah dalam proses berpikir guna memecahkan permasalahan manajemen sekolah secara sistem.  
  4. Memotivasi kepala sekolah untuk mendapatkan dukungan dari staf sekolah dan menarik partisipasinya.  
  5. Selaku berpikir efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.  
  6. Mengetahui batasan-batasan wewenang dalam memanajemen dan memimpin sekolah. 
Filsafat manajemen berkembang berdasarkan budaya kelompok manusia yang menggunakannya dengan pengertian lain. Perkembangan filsafat manajemen bisa berbeda bagi sekelompok manusia, tergantung pada pribadinya atau tingkat kualitas dan pemahamannya. Perlu disadari, Indonesia memiliki masyarakat yang revolusioner, maju, dan berkembang.

Konsep Manajemen

Adalah dua kata yang bisa memiliki arti yang sama atau berbeda. Akan tetapi, tulisan ini cenderung menggunakan istilah manajemen karena pada dasarnya manajemen identik dengan administrasi. Sutisna (1989 : 25) dikutip oleh Rohiat (2008:13) menulis, dalam pemakaiannya secara umum, administrasi diartikan sama dengan manajemen, dan administrator dengan manajer. Di bidang pendidikan, pemerintah, rumah sakit, dan kemiliteran, orang umumnya memakai istilah administrasi, sedangkan bidang industri dan perusahaan istilah manajemen dan manajer. 

Pada perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan lebih cenderung menggunakan istilah manajemen pada berbagai bidang. Administrasi pada kehidupan masyarakat sehari-hari biasanya diartikan secara komplit, yaitu sesuatu yang berkenaan dengan ketatausahaan.Handayaningrat (1982 : 2) dikutip oleh Rohiat (2008;13) mengemukakan “Administrasi dalam arti sempit, yaitu dari kata Administratie (bahasa Belanda) yang meliputi kegiatan : catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketik-mengetik, agenda, dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan (clerical work). Jadi, tatausaha adalah bagian kecil dari administrasi. Administrasi dapat diartikan sebagai upaya memanfaatkan sumberdaya yang (3 M : man, money, dan material) dimiliki secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Ungkapan yang sederhana ini tidak dapat menjelaskan administrasi secara utuh karena untuk memahami administrasi membutuhkan pengetahuan yang menyeluruh”. 

Sutisna (1989 : 15) dikutip oleh Rohiat (2008:13) mengemukakan, pertanyaan tentang administrasi tidak mudah untuk dijawab, walaupun berjilid-jilid buku telah ditulis orang untuk menjelaskannya. Ada orang yang meragukan suatu teori yang komprehensif tentang administrasi pendidikan akan muncul. Dewasa ini ada beberapa taksonomi yang membantu menjelaskan beberapa aspek dari bidang yang sedang muncul ini. Orang berbicara tentang “administrasi sebagai tugas pekerjaan”, “administrasi sebagai proses”, “administrasi sebagai pengambilan keputusan”, “administrasi sebagai hubungan manusia”, dan taksonomi lain yang serupa seperti orang-orang dalam dongeng “Orang Buta dan Gajah” yang meraba-raba badan seekor gajah besar tapi tidak melihat seluruh gajahnya. Dongeng ini sering dipakai untuk menggambarkan situasi yang bertalian dengan teori umum tentang administrasi pendidikan pada masa ini. 

Manajemen berasal dari kata to mange yang berarti mengelola. Pengelolaan dilakukan melalui proses dan dikelola berdasarkan urutan dan fungsi-fungsi manajemen itu sendiri. Manajemen adalah melakukan pengelolaan sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah/ organisasi yang diantaranya adalah manusia, uang, metode, material, mesin, dan pemasaran yang dilakukan dengan sistematis dalam suatu proses.Pengelolaan tersebut dilakukan untuk mendayagunakan sumberdaya yang dimiliki secara terintegrasi dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan sekolah/ organisasi. Pengelolaan dilakukan oleh kepala sekolah dengan kewenangannya sebagai manager sekolah melalui komando-komando atau keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dengan mengarahkan sumberdaya untuk mencapai tujuan. Manajer mengaturnya melalui proses dari urutan fungsi-fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian). Pernyataan bahwa manajemen merupakan alat untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan harus benar-benar dipahami oleh para kepala sekolah. Sepak terjang manajer dalam mengelola sumberdaya di dalam sekolah akan sangat tergantung pada kompetensi (skill) kepala sekolah itu sendiri.
 
Support : Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Husni Tamrin Blog...... - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Powered by Blogger