Teori perkembangan merupakan hal penting dalam pembahasan belajar gerak. Teori pentahapan menyarankan bahwa siswa berkembang melalui sekumpulan serial tahapan atau tingkatan yang mengikuti pola urutan logis. Satu aspek dari teori pentahapan melibatkan perkembangan gerak. Perkembangan gerak dapat ditelusuri mulai dari gerak involuntary sampai pada gerak yang bertujuan. Teori ini menyarankan bahwa siswa harus mampu menampilkan keterampilan gerak tertentu dalam berbagai tingkatan usia.
Periode teori kritis dari perkembangan gerak menandakan bahwa tahapan tertentu dalam proses perkembangan penting bagi pembelajaran keterampilan tertentu. Jika keterampilan ini tidak berkembang pada waktu yang tepat, kegagalan demi kegagalan akan dirasakan ketika yang bersangkutan belum menunjukkan perkembangan yang diinginkan. Kesempatan belajar gerak di sekolah dasar perlu memberikan siswa bukan hanya pada penguasaan keterampilan gerak dasar tetapi juga perkembangan pemahaman tentang gerak yang penting bagi transfer pembelajaran. Keberhasilan dimasa depan bergantung pada pengalaman awal ini.
Belajar sering digambarkan dalam psikologi kependidikan sebagai suatu curva.
1) Garis vertikal menunjukkan belajar aktif, sementara garis horizontal menggambarkan suatu rata-rata belajar terendah. Garis horizontal awal menunjukkan pemahaman tentang aksi tugas gerak tubuh. Manakala siswa berkembang wawasan tentang tugas geraknya, penampilan meningkat dan curva beranjak vertikal. Peningkatan ini menunjukkan penguasaan tugas gerak dan entusiasme belajar. Transfer, motivasi, dan keberhasilan meningkat setahap demi setahap. Garis bergelombang menunjukkan hasil dari kondisi siswa atau lingkungan belajar siswa. Siswa mungkin kehilangan minat, memerlukan waktu untuk mengintegrasikan keterampilan, atau memiliki tingkatan keterampilan tinggi setelah berulang kali melakukan upaya pelatihan. Guru mungkin mengalami keterlambatan atau percepatan perubahan metode atau latihan dalam upaya membelajarkan siswa. Lingkungan sekitar seperti, fasilitas, peralatan, suasana dan kondisi tempat juga turut mempengaruhi terjadi fluktuasi tingkat penguasaan gerak oleh siswa. Untuk meminimilisasinya guru harus mengenali kebutuhan siswa, memberikan gugahan dan umpan balik yang akurat, menghindari kecemasan tingkat tinggi pada diri siswa, dan memberikan pengalaman menyenangkan selama siswa belajar tugas gerak.
2) Mencerminkan model belajar gerak. Pada tahapan pertama siswa menerima rangsangan atau input melalui indra rabaan siswa. Input ini dapat berupa visual, pendengaran, atau rasa kinestetik siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan dalam menerima input sensoris ini. Tahapan kedua melibatkan pembuatan keputusan melaui cara persepsi. Proses ini melibatkan analisa sensori data berdasarkan kondisi yang ada dan pengalaman masa lalu, yang telah diolah oleh otak. Proses ini sepenuhnya bergantung pada individu siswa. Penilaian dan pembuatan keputusan untuk suatu tindakan dipilih dan dipertimbangkan, selanjutnya suatu respon gerak dihasilkan. Manakala tindakan dilakukan, para siswa menerima umpan balik tentang efek atau hasil dari respon melalui kekuatan sensoris, dan proses seperti ini terus berulang. Sebagai contoh, ketika menangkap bola, seorang siswa menerima sensoris data-suara bola yang dipukul dan bola datang kearah tubuuhnya. Pengalaman masa lalu membantu siswa itu untuk dapat menangkap bola, bersamaan dengan itu diperoleh informasi pula tentang seberapa cepat bola bergerak, kemana bola akan jatuh, dan kemana bola akan jatuh. Dalam merespon si siswa bergerak untuk dapat menangkap bola.
Ketika siswa mampu memahami pelaksanaan suatu tugas gerak berarti siswa siap berlatih pola untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi. Pada proses awal ini, guru memberikan penjelasan dan demontrasi memfokuskan pada aspek penting keterampilan yang sedang dipelajari sampai gerakan yang diinginkan dapat diraih. Ketika siswa makin mahir dan otomatis, siswa dapat berkonsentrasi pada penggunaan keterampilan untuk situasi dan kondisi yang berbeda. Selama masa ini, aktivitas latihan perlu dikembangkan dan sejumlah pertanyaan perlu diajukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani adalah :
Kematangan dan latihan jasmani berperan penting dalam perkembangan keterampilann gerak. Kematangan mencerminkan kapabilitas untuk belajar. Perkembangan awal gerak bergantung pada kematangan sistem syaraf-otot siswa. Jika kematangan sistem syaraf-otot ini telah dicapai, maka latihan jasmani berperan penting dalam perkembangan keterampilan gerak. Keterampilan gerak berkembang sesuai dengan usia, namun demikian pengaruh kematangan terhadap pemerolehan keterampilan gerak selama masa sekolah dasar belum dapat sepenuhnya dipahami.
Ada variasi perkembangan gerak antara satu tingkatan usia dengan tingkatan usia lain. Rentang perbedaan individual siswa dibedakan seiring peningkatan usia. Siswa perempuan lebih cepat perkembangannya daripada siswa laki-laki, tetapi tidak begitu nampak dalam keterampilan gerak karena masyarakat sering memberikan peluang bergerak lebih besar pada laki-laki daripada wanita. Dalam upya memenuhi kebutuhan setiap siwa, guru perlu fokus pada analisis mengapa suatu keterampilan gerak tidak efisien, menentukan apakah karena kurang pengalaman gerak, lemah pemahaman, atau tidak memiliki kualitas fisik seperti kelentukan atau kekuatan. Penting untuk diperhatikan bahwa siswa berkembang keterampilan geraknya bergantung pada kemampuan dan upaya siswa yang bersangkutan. Keberhasilan dalam melakukan tugas gerak diawal-awal latihan tidak menjamin keberhasilan dimasa yang akan datang.
Para siswa menunjukkan cara dan gaya belajar yang berbeda-beda. Para siswa belajar melalui berbagai kemampuan sensoris yang dimiliki. Beberapa siswa lebih mudah belajar gerak melalui visual, sementara yang lain melalui cara melakukan, pendengaran, sentuhan atau manipulasi. Beberapa siswa mungkin lebih efektif belajar bersama teman sebanyanya dengan menjadi penggagas, partisipan, atau pengamat dalam kelompok. Beberapa siswa lain belajar dengan baik bila bersama orang dewasa, dan siswa lain akan lebih baik belajar bila melakukan eksperimen, berpikir reflektif, pembaca, atau pengamat. Perbedaan dalam cara berpikir juga terjadi. Beberapa siswa mengakumulasi pengetahuan dan mengorganisasikan pengetahuan tersebut kedalam pola-pola tertentu, sementara yang lain mendapatkan gambaran utuh gerak secara detail. Gaya belajar siswa juga berkaitan dengan gaya hidup. Bagi beberapa siswa belajar dari struktural, aturan, kemauan pribadi, dan penulisan catatan-catatan tertentu. Siswa akan lebih menyukai kebebasan dan pengarahan diri. Siswa lain mengambil hikmah dari kesalahan teman atau guru. Beberapa siswa berpikir reflektif, sementara yang lain impulsif, energetik, dan intuitif. Beberapa siswa bergantung pada siswa lain, bergantung pada situasi dan kondisi lingkungan belajar, teman sebaya, dan guru dalam memilih aktivitas jasmani, memilih dan menetapkan caranya sendiri.
1) Garis vertikal menunjukkan belajar aktif, sementara garis horizontal menggambarkan suatu rata-rata belajar terendah. Garis horizontal awal menunjukkan pemahaman tentang aksi tugas gerak tubuh. Manakala siswa berkembang wawasan tentang tugas geraknya, penampilan meningkat dan curva beranjak vertikal. Peningkatan ini menunjukkan penguasaan tugas gerak dan entusiasme belajar. Transfer, motivasi, dan keberhasilan meningkat setahap demi setahap. Garis bergelombang menunjukkan hasil dari kondisi siswa atau lingkungan belajar siswa. Siswa mungkin kehilangan minat, memerlukan waktu untuk mengintegrasikan keterampilan, atau memiliki tingkatan keterampilan tinggi setelah berulang kali melakukan upaya pelatihan. Guru mungkin mengalami keterlambatan atau percepatan perubahan metode atau latihan dalam upaya membelajarkan siswa. Lingkungan sekitar seperti, fasilitas, peralatan, suasana dan kondisi tempat juga turut mempengaruhi terjadi fluktuasi tingkat penguasaan gerak oleh siswa. Untuk meminimilisasinya guru harus mengenali kebutuhan siswa, memberikan gugahan dan umpan balik yang akurat, menghindari kecemasan tingkat tinggi pada diri siswa, dan memberikan pengalaman menyenangkan selama siswa belajar tugas gerak.
2) Mencerminkan model belajar gerak. Pada tahapan pertama siswa menerima rangsangan atau input melalui indra rabaan siswa. Input ini dapat berupa visual, pendengaran, atau rasa kinestetik siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan dalam menerima input sensoris ini. Tahapan kedua melibatkan pembuatan keputusan melaui cara persepsi. Proses ini melibatkan analisa sensori data berdasarkan kondisi yang ada dan pengalaman masa lalu, yang telah diolah oleh otak. Proses ini sepenuhnya bergantung pada individu siswa. Penilaian dan pembuatan keputusan untuk suatu tindakan dipilih dan dipertimbangkan, selanjutnya suatu respon gerak dihasilkan. Manakala tindakan dilakukan, para siswa menerima umpan balik tentang efek atau hasil dari respon melalui kekuatan sensoris, dan proses seperti ini terus berulang. Sebagai contoh, ketika menangkap bola, seorang siswa menerima sensoris data-suara bola yang dipukul dan bola datang kearah tubuuhnya. Pengalaman masa lalu membantu siswa itu untuk dapat menangkap bola, bersamaan dengan itu diperoleh informasi pula tentang seberapa cepat bola bergerak, kemana bola akan jatuh, dan kemana bola akan jatuh. Dalam merespon si siswa bergerak untuk dapat menangkap bola.
Ketika siswa mampu memahami pelaksanaan suatu tugas gerak berarti siswa siap berlatih pola untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi. Pada proses awal ini, guru memberikan penjelasan dan demontrasi memfokuskan pada aspek penting keterampilan yang sedang dipelajari sampai gerakan yang diinginkan dapat diraih. Ketika siswa makin mahir dan otomatis, siswa dapat berkonsentrasi pada penggunaan keterampilan untuk situasi dan kondisi yang berbeda. Selama masa ini, aktivitas latihan perlu dikembangkan dan sejumlah pertanyaan perlu diajukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani adalah :
Kematangan dan latihan jasmani berperan penting dalam perkembangan keterampilann gerak. Kematangan mencerminkan kapabilitas untuk belajar. Perkembangan awal gerak bergantung pada kematangan sistem syaraf-otot siswa. Jika kematangan sistem syaraf-otot ini telah dicapai, maka latihan jasmani berperan penting dalam perkembangan keterampilan gerak. Keterampilan gerak berkembang sesuai dengan usia, namun demikian pengaruh kematangan terhadap pemerolehan keterampilan gerak selama masa sekolah dasar belum dapat sepenuhnya dipahami.
Ada variasi perkembangan gerak antara satu tingkatan usia dengan tingkatan usia lain. Rentang perbedaan individual siswa dibedakan seiring peningkatan usia. Siswa perempuan lebih cepat perkembangannya daripada siswa laki-laki, tetapi tidak begitu nampak dalam keterampilan gerak karena masyarakat sering memberikan peluang bergerak lebih besar pada laki-laki daripada wanita. Dalam upya memenuhi kebutuhan setiap siwa, guru perlu fokus pada analisis mengapa suatu keterampilan gerak tidak efisien, menentukan apakah karena kurang pengalaman gerak, lemah pemahaman, atau tidak memiliki kualitas fisik seperti kelentukan atau kekuatan. Penting untuk diperhatikan bahwa siswa berkembang keterampilan geraknya bergantung pada kemampuan dan upaya siswa yang bersangkutan. Keberhasilan dalam melakukan tugas gerak diawal-awal latihan tidak menjamin keberhasilan dimasa yang akan datang.
Para siswa menunjukkan cara dan gaya belajar yang berbeda-beda. Para siswa belajar melalui berbagai kemampuan sensoris yang dimiliki. Beberapa siswa lebih mudah belajar gerak melalui visual, sementara yang lain melalui cara melakukan, pendengaran, sentuhan atau manipulasi. Beberapa siswa mungkin lebih efektif belajar bersama teman sebanyanya dengan menjadi penggagas, partisipan, atau pengamat dalam kelompok. Beberapa siswa lain belajar dengan baik bila bersama orang dewasa, dan siswa lain akan lebih baik belajar bila melakukan eksperimen, berpikir reflektif, pembaca, atau pengamat. Perbedaan dalam cara berpikir juga terjadi. Beberapa siswa mengakumulasi pengetahuan dan mengorganisasikan pengetahuan tersebut kedalam pola-pola tertentu, sementara yang lain mendapatkan gambaran utuh gerak secara detail. Gaya belajar siswa juga berkaitan dengan gaya hidup. Bagi beberapa siswa belajar dari struktural, aturan, kemauan pribadi, dan penulisan catatan-catatan tertentu. Siswa akan lebih menyukai kebebasan dan pengarahan diri. Siswa lain mengambil hikmah dari kesalahan teman atau guru. Beberapa siswa berpikir reflektif, sementara yang lain impulsif, energetik, dan intuitif. Beberapa siswa bergantung pada siswa lain, bergantung pada situasi dan kondisi lingkungan belajar, teman sebaya, dan guru dalam memilih aktivitas jasmani, memilih dan menetapkan caranya sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar