Fungsi Manajemen sebagai suatu karakteristik dari pendidikan muncul dari kebutuhan untuk memberikan arah pada perkembangan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dalam operasional sekolah. Kerumitan yang meningkat karena luas dan banyaknya program telah mendorong usaha untuk memerinci dan mempraktikkan prosedur administrasi dengan sistematis. Usaha ini telah menghasilkan uraian tentang praktik-praktik yang berhasil dan perangkat-perangkat asas yang konstruktif.
Keith dan Girling (1991:xvii) dikutip oleh Rohiat (2008:14) penelitiannya menyebutkan. “kontribusi manajemen pendidikan terhadap keberhasilan dan kegagalan belajar siswa adalah sebesar 32%”. Dengan bertumpu pada landasan tersebut, pendidikan memulai usahanya dengan sungguh-sungguh untuk mengembangkan suatu teori dan ilmu administrasi pendidikan. Perkembangan ini melingkupi formulasi dan pemeriksaan proposisi teoritis, penelitian praktik yang sistematis, dan penerapan teori dari bidang ilmu sosial lain pada masalah administrasi pendidikan. Konsep-konsep baru yang membawa harapan tentang sifat dan fungsi administrasi yang diperlukan sekolah-sekolah adalah hasil dari pendekatan-pendekatan ini.
Seorang kepala sekolah yang memanajemen sekolah tanpa pengetahuan manajemen pendidikan tidak akan bekerja secara efektif dan efisien, jauh dari mutu, dan keberhasilannya tidak akan menyakinkan. Pengetahuan dan atau teori tentang manajemen pendidikan sangat dibutuhkan dan harus dipahami oleh seorang kepala sekolah karena tanpa teori manajemen seorang kepala sekolah akan melakukan pekerjaannya dengan terkaan dan pendapatnya saja. Hal tersebut tidak akan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan justru akan mengalami jalan buntu. Teori manajemen pendidikan akan sangat membantu para kepala sekolah dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya karena “teori adalah pernyataan tentang prinsip-prinsip umum yang tampak meramalkan atau menjelaskan kejadian-kejadian dengan teliti dan lebih baik dari terkaan sehingga kita dapat mengatakan bahwa prinsip-prinsip itu benar”. (Coladarci and Getzels, 1998) dikutip oleh Rohiat (2008:15) Seorang kepala sekolah yang tidak mempelajari teori manajemen dalam mengelola sekolahnya tidak akan dapat mencapai tujuan secara efektif karena apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan harus berpijak pada perilaku yang sistematis dan berhubungan dengan konsep, asumsi, dan generalisasi teori manajemen.
Dewasa ini kekuatan yang mempengaruhi sekolah-sekolah sedang mempercepat tingkat perluasan tanggung jawabnya dan membantu operasinya lebih rumit. Unit-unit operasi yang lebih besar serta hubungan yang lebih dekat dan lebih langsung dengan lembaga-lembaga sosial lain, maupun dengan unit-unit lain dari sistem sekolah membuat pengetahuan dan keterampilan manajemen menjadi suatu keharusan. Pada waktu yang sama, pengetahuan baru dan kuatnya permintaan akan keutamaan mengarahkan perhatian terhadap perluasan pelayanan administrative yang membuatnya lebih kompleks. Sebagai akibatnya, konsep-konsep sebelumnya tentang praktik manajemen tidak lagi memenuhi. Kondisi baru dalam wawasan baru tentang fungsi manajemen meminta formulasi kembali arti dan maksud administrasi yang diperlukan bagi sekolah-sekolah.
Sesuai dengan apa yang dikemukakan sebelumnya, fungsi kepala sekolah sebagai manajer dan pemimpin pendidikan dalam meningkatkan mutu dihadapkan kepada berbagai tugas dan tanggung jawab. Secara ilmu atau pengetahuan, kepala sekolah harus memahami apakah manajemen tersebut berbasis sekolah atau tidak, apa dan bagaimana kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), bagaimana membuat rencana anggaran sekolah sehubungan dengan bantuan operasional sekolah (BOS). Belajar merupakan suatu keharusan bagi kepala sekolah dalam memanajemenkan sekolahnya. Tanpa belajar, ia merupakan sosok birokrasi yang melaksanakan aturan-aturan yang merupakan regulasi statis saja.
Filsafat manajemen adalah kerjasama saling menguntungkan. Bekerja secara efektif dengan metode kerja yang terbaik untuk mencapai hasil yang optimal perlu dipahami dan diresapi. Manajer sekolah dengan kepemimpinannya menjadi penanggung jawab dari hasil yang dicapai dalam aktivitas proses manajemen. Dengan demikian, kepala sekolah yang memimpin dengan inovatif, kreatif, cakap dan berani mengambil keputusan akan melahirkan kegiatan-kegiatan organisasi (guru, siswa, anggota sekolah lainnya, bahkan orang tua dan komite) yang semakin dinamis. Sebaliknya, kepala sekolah yang tidak kreatif, cakap, inovatif, dan tidak berani mengambil keputusan akan mengakibatkan sekolah menjadi organisasi yang hanya menjalankan rutinitas.
Filsafat manajemen lainnya adalah kumpulan pengetahuan dan kepercayaan yang memberikan dasar-dasar pemikiran untuk pengambilan keputusan dalam rangka memecahkan berbagai masalah di sekolah.
Manajer sekolah perlu memiliki pengetahuan yang memadai tentang manajemen pendidikan sebagai bekal kerja. Dengan kata lain, ia memiliki filsafat manajemen yang akan bermanfaat untuk :
- Pegangan dalam melaksanakan manajemen sekolah.
- Melahirkan kepercayaan diri bagi kepala sekolah dalam proses manajemen guna mencapai tujuan sekolah.
- Memudahkan kepala sekolah dalam proses berpikir guna memecahkan permasalahan manajemen sekolah secara sistem.
- Memotivasi kepala sekolah untuk mendapatkan dukungan dari staf sekolah dan menarik partisipasinya.
- Selaku berpikir efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.
- Mengetahui batasan-batasan wewenang dalam memanajemen dan memimpin sekolah.
Filsafat manajemen berkembang berdasarkan budaya kelompok manusia yang menggunakannya dengan pengertian lain. Perkembangan filsafat manajemen bisa berbeda bagi sekelompok manusia, tergantung pada pribadinya atau tingkat kualitas dan pemahamannya. Perlu disadari, Indonesia memiliki masyarakat yang revolusioner, maju, dan berkembang.
0 komentar:
Posting Komentar